BOGOR, Arcus GPIB – Bekerja cerdas, bekerja cepat menyatu dalam diri. Ia tahu secara pasti yang mesti dilakukan dalam mengambil keputusan, bisa jadi karena jam terbang pelayanannya yang tidak sedikit dan pengalamannya di berbagai organisasi dan komunitas.
Ia adalah Pendeta Margie Ririhena de Wanna, D. Th Ketua I MPH PGIW Jawa Barat. Diranah Pemerintahan Daerah setempat, di Kota Bogor, misalnya, Pendeta Margie punya relasi yang baik dengan Walikota Bogor Dr. H. Bima Arya Sugiarto dan komunitas keagamaan lainnya.
Fokus pada target dan apa yang dilakukan menjadikannya selalu berhasil dalam giat dan layannya. Ketua Majelis Jemaat (KMJ) GPIB Zebaoth Bogor ini berhasil menghantarkan jemaatnya menjadi Gereja Ramah Anak, kerja layan yang tidak mudah ditengah banyaknya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Memperhatikan kondisi Pospelkes Pura Tajur Halang yang bertahun-tahun belum memiliki pastori, Pendeta Margie meminta Presbiter setempat, pospel Pura Tajur Halang untuk membentuk Tim Kerja melakukan proses Bajem untuk melakukan persiapan-persiapan. Hasilnya, satu Pastori di Bajem Pura Tajur Halang berhasil dihadirkan.
Minggu 18/06/2023, Ketua I MPH PGIW Jawa Barat Pendeta Margie Ririhena de Wanna, D.Th ini dan Pendeta Arya, BPP PGIW Jabar melantik Pengurus Persekutuan Gereja Indonesia Sektor (PGIS) Kota Bogor PGIS Masa Bakti 2023-2028.
“Yang dilantik adalah orang-orang terbaik yang dipersembahkan gereja-gereja anggota untuk memimpin dan melayani di PGIS Kota Bogor,” kata Pendeta Margie yang juga aktif di Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) ini.
Pelantikan Majelis Pekerja Harian (MPH), Majelis Pertimbangan (MP) dan Badan Pengawas Perbendaharaan (BPP) PGIS Kota Bogor periode 2023-2028 berlangsung di Gereja Kristus Bogor, Jalan Siliwangi, Bogor Selatan, Kota Bogor.
Harapannya, kata Margie, semua pihak bukan hanya memilih para pemimpin dan pelayan di PGIS Bogor sebagai MPH, MP dan BPP, tetapi wajib untuk menjadi support sistem dalam pelayanan 5 tahun ke depan serta bersinergi, berkolaborasi untuk makin menampakkan wajah Kristus yang penuh kasih bagi sesama di kota Bogor.
Dalam pesannya, Pendeta Margie mengatakan bahwa kerja-kerja kolaborasi perlu terus untuk dibangun dalam rangka kepedulian terhadap pergumulan sesama.
“Melalui firman Tuhan kita diingatkan bahwa kerja-kerja kolaborasi dapat dibangun bersama ketika ada hikmat Tuhan yang menuntun semua pemimpin tetapi juga warga gereja untuk peduli terhadap gumul sesama,” tuturnya Pendeta Margie.
Untuk itu, kata Pendeta Margie, perlunya kesediaan mengambil bagian dan memberi diri dalam pergumulan yang dihadapi.
“Kita tidak bisa kerja sendiri-sendiri harus bekerja bersama-sama. Gereja-gereja berdiri tepat di tempat di mana Tuhan Yesus berdiri yaitu bagi mereka yang miskin, tertindas dan terpinggirkan. Karena kita melaksanakan Misi Allah,” tandas Margie.
Menurutnya, Pandemi Covid-19 adalah pelajaran panjang yang sudah mulai dapat diatasi. Ada banyak persoalan yang dihadapi anak bangsa ini, persoalan pemulihan ekonomi, kesehatan mental, ekologi, kekerasan terhadap perempuan dan anak juga kebebasan beragama.
“Kondisi kita semua belum baik-baik saja,” tandasnya. Untuk itu, katanya, dalam tanggung jawab warga gereja di tengah masyarakat kota Bogor harus dibangun sinergi dengan semua pihak baik sesama gereja, pemerintah dan lembaga terkait agar terus berdampak bagi sesama dan kota Bogor.
Pendeta Margie menyebutkan, pihaknya telah melakukan program-program PGIW Jawa Barat antara lain Gereja Ramah Anak, Desk Kebebasan Beragama dan Berkumpul.
Pengurus yang dilantik merupakan keterwakilan dari berbagai gereja yang ada di Kota Bogor sebagaimana SK MPH Jawa Barat menetapkan Ketua Umum Penedeta Ruben Hutagalung Sekretaris Umum, Pdt Joel Klokke dan Bendahara, Bernalina Tarigan.
Menjawab pertanyaan pers, Sekretaris Umum PGIS Pdt Joel Klokke mengatakan, ke depan akan menangani masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pihaknya melakukan pendampingan hukum bagi korban.
Menurutnya, masalah utama KDRT karena landasan berumahtangga tidak kuat. Ketika muncul masalah ekonomi dalam keluarga, penyelesaiannya selalu lewat kekerasan dimana perempuan adalah korbannya. /fsp