Oleh: Dr. Wahyu Lay, GPIB Cipeucang Jonggol, Dosen Filsafat
- Begitu banyak ragam jabatan kita kenal: dikalangan pemerintah, di sebuah perusahaan, di dalam setiap organisasi. Semua jabatan itu diperoleh melalui pendidikan tertentu, atau karena kemampuan seseorang, atau juga karena jasa-jasanya.
Tidak jarang orang harus melalui jenjang tertentu untuk kemudian menduduki jabatannya yang sekarang. Hal yang berlainan akan nampak dalam jabatan-gerejawi. Yang pasti, jabatan jenis ini tidak dapat diperebutkan.
Walau kadang terjadi orang meng‟kampanye‟kan diri sebagai yang paling tepat disana. Tidak ada dan tidak harus orang memiliki gelar tertentu untuk bisa menjabatnya.
Tidak pernah dikenal istilah „atasan-bawahan‟, karena tinggi-rendahnya kedudukan tidak pernah ada dalam gereja. Mengapa?
- Gereja hadir di dunia bukan karena usaha dan prakarsa manusia. Berkumpulnya sejumlah orang, yang kelak dinamakan gereja itu, bukanlah pertama-tama karena kemauannya. Gereja merupakan persekutuan/orang-orang yang telah dipanggil oleh Tuhan ke dalam suatu persekutuan hidup baru di dalam Tuhan Yesus.
Hubungan timbal-balik, manusia Allah dan manusia sesamanya terjadi dan terjalin karena didengarnya panggilan ini. (I Pet 2:9 Ro 9:24, dsb). Dalam pengelolaan lebih lanjut, disadari, bahwa Kristus adalah Kepala dan Gereja adalah tubuhNya (Ef 4:15, Kol 1:18). Gereja bertumbuh ke arah Kristus berarti didalam ketaatan kepadaNya.
Dengan demikian, kita bukan hanya mendengar perintahNya tetapi juga meneladani sikapNya: Ia datang dengan sikap seorang Pelayan : bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani. (Mar 10:45). Gereja dipanggil juga untuk melayani. Itulah sebabnya jabatan gerejawi sangat berbeda pada hakekatnya dengan jabatan lain di dunia ini.
Dengan perkataan lain, seorang Pejabat Gerejawi adalah seorang yang dipanggil untuk melayani. Dalam Gereja tidak ada yang dipertuankan, kecuali Tuhan Yesus. Sebagai hamba-hambaNya, para Pejabat Gerejawi harus mencontoh apa yang disajikan oleh Kristus untuk merendahkan hati dan saling melayani (yoh 13:14 – 15) sambil bersama melayani Kristus. Ia yang mengatur dan memerintah.
Setiap dan seluruh anggota Gereja hanya taat, karena semua – berjabatan ataupun tidak – sama kedudukannya. Dalam Gereja, jabatan itu bukan berarti derajat atau pangkat. Jabatan gerejawi adalah tugas yang diemban seorang anggota jemaat untuk melayani. Sebab itu seorang yang berjabatan dalam gereja tidak tepat untuk menyombongkan diri dengan jabatannya itu.
- Gereja hadir secara missioner. Kristus menyerahkan missiNya kepada seluruh dan setiap warga gereja, dengan memberikan setiap mereka karunia-khusus. Semua karunia khusus ini harus dipakai untuk kepentingan bersama, supaya membangun seluruh jemaat (I Kor 12:7, 14:5).
Untuk melayani dengan baik setiap anggota harus diperlengkapi oleh sebuah „badan‟ disamping dikoordinir. „Badan‟ ini terdiri dari anggota-anggota jemaat juga- tidak ada perbedaan dalam kwalitas yang dipercayakan oleh anggota-anggota jemaat untuk mengatur dan membina di dalam kesatuan jemaaat.
Seorang pejabat gerejawi adalah seorang yang : – mencerminkan missi Kristus kepada seluruh Jemaat (Gereja) – memperlengkapi setiap anggota untuk dapat melaksanakan missi itu. – mengatur pelaksanaannya sehingga semua dapat ambil bagian di dalam kepelbagaian karunia khusus, tanpa terlepas dari hidup persekutuan.
Seorang pejabat gerejawi dipilih dan diteguhkan oleh Kristus sendiri tanpa terlepas missi Kristus yang dipercayakan kepada umat pilihanNya ini.
- Jabatan gerejawi adalah anugrah Allah. Tidak dapat sembarang orang melakukan pekerjaan sebagai pejabat gerejawi : tidak pandang ia kaya atau pintar, karena jabatan ini bukan diperjual belikan dalam mendapatnya. Hanya jemaat Kristus yang berhak menerima panggilan ini. Tiap dan seluruh anggota Gerejalah yang dipilih untuk melanjutkan pelayanan Kristus didalam dunia.
Kasih karunia Kristus sudah dimulai ketika seseorang menerima pelayanan dan pengorbanan Kristus baginya. Orang yang bersedia mengikut Tuhan Yesus walau secara manusiawi di pemandangan manusia hari lalunya tidak layak dan tidak ada harganya. Jadi dengan latar belakang “tidak berharga” seseorang dapat mengemban amanat Tuhan: apakah ia nelayan, pemungut cukai ataupun jenis orang berdosa lainnya.
Jabatan inipun tidak tertutup bagi yang semula adalah Farisi ataupun seseorang terpandang. Syaratnya hanyalah mereka semua ini sudah bertobat : mengatakan diri tidak berguna dan tidak akan selamat, kecuali menerima kasih karunia Allah di dalam Kristus Yesus. Menerima kasih karunia berarti dilayakkan untuk ikut melayani.
- Adanya pelayanan semata –mata berdasarkan pelayanan Kristus. Kristus yang mepersekutukan, sebab itu ada persekutuan dan pelayanan dalam rangka menghangatkan keakraban di dalam tubuh Tuhan; ia adalah Firman, sebab itu ada pelayanan pengembalaan.
Ia yang telah mengobarkan diri selaku Penebus, sebab itu ada pelayanan sakramen,; ia melawat umatNya dengan kedatanganNya baik di Bethlehem maupun kini dalam Roh KudusNya, sebab itu ada pelayanan pelawatan. Dan lain sebagainya. Dibalik semua pelayanan dan tentunya para pejabat gerejawinya berdirilah Kristus : yang memotivasikan, yang mengatur dan melengkapi; yang mengarahkan dan membantu perkembangannya.
Walau Kristus ada di belakang semua pejabat gerejawi, orang- orang ini bukan boneka atau robot tetapi alat yang bertanggung jawab. Kita berbahagia diangkat sebagai kawan sekerja Allah (I Kor 3:9). Dan kita boleh menyatakan tanggung jawab atas panggilan pelayanan kita, sesuai dengan tugas dan kepercayaan yang ia berikan.
- Jabatan gerejawi itu amat unik. Ia menunjukkan bahwa seseorang pejabat gerejawi tidak bisa menuntut imbalan apapun, dan malah tidak ada imbalan yang dapat disebut memadai. Kalaupun ada masa (waktu ber-) jabatan, bukan berarti bahwa tanggung jawab seseorang hanya dibatasi selama waktu tersebut.
Pelayanan meliputi keseluruhan hidup seseorang. Jabatan gerejawi membuktikan keberagaman (kepelbagaian) itu dapat dipertemukan, saling tunjang menunjang, isi mengisi arena seluruhnya ditunjukkan di dalam dan demi kesatuan yang utuh. Adanya jabatan gerejawi hendak menunjukkan bahwa Gereja tidak pernah tertutup ; justru ia harus menyadari bahwa Gereja hadir dan berada untuk dunia ini.
Dimanapun seorang warga apalagi kalau ia berjabatan hadir, ia membawa missi Kristus. Dan kalau melakukannya dengan sukacita, tanpa pamrih, bukan karena ia mengharap sesuatu tetapi karena sudah mendapat lebih dulu dan terus menerus kasih karunia Allah.
Seseorang mau mengabdi karena ia ingin menunjukkan hormat dan baktinya, tetapi tanpa melupakan ungkapan syukur kepada Tuhan Yesus, Kepala Gereja. Apa yang dilakukan seseorang dengan menjadi pejabat gerejawi, sebenarnya merupakan dorongan bagi yang lain untuk suatu ketika ikut mengemban tugas yang sama : karena kemungkinan ini terbuka bagi setiap anggota jemaat.
Bukankah setiap warga mengemban imamat-am orang percaya? Kalaupun ia tidak berjabatan, ia tetap melayani Tuhannya, menurut karunianya. ***