ArcusGPIB.com – Dua Pendeta yang banyak bergerak dilini Gereja Masyarakat dan Agama-agama (GERMASA) Pdt Manuel E. Raintung STh, MM dan Pdt Elly D. Pitoy De Bell STh bicara soal “Gereja dan Perdamaian” dan bagaimana implementasinya?
Mengutip RPK FM baru-baru ini, Pdt. Manuel Raintung mengatakan, perdamaian itu dimulai dari hati, dalam konsep teologi berdamai itu harus nyata, tidak bayang-bayang, tidak klise dia harus dinyatakan.
“Yang diajarkan Tuhan Yesus mengenai perdamaian tidak mudah. Berdamai dengan semua orang sekalipun dia musuh kita, sekalipun dia mengecewakan kita,” kata Pdt. Manuel Raintung, Ketua Majelis Jemaat GPIB Kharis Pulo Gebang, Jakarta Timur.
Perdamaian, kata dia, dimulai dari ketulusan hati, kebesaran hati, nilai di dalamnya itu. Proses membangun kedamaian itu harus ada melalui program-program gereja.
“Banyak sekali program peace building untuk membangun program perdamaian itu, dan gereja tidak goleh berhenti melakua progam-program peace building. Untuk pejabat-pejabat gereja perlu juga program peace building,” ujar Pdt Manuel yang juga Wakil Sekretaris FKUB DKI Jakarta ini.
Gereja, kata dia, jangan hanya di dalam, harus hadis di luar dan memberi kesaksian dan hadir membawa perdamaian. Gereja hakekatnya adalah perdamaian.
“Tapi gereja sendiri sukar, seringkali dalam persidangan-persidangan gereja muncul dualisme kepemimpinan, karena apa, tidak siap dan tidak berani untuk berdamai,” tandas Pdt Manuel.
Sekretaris I Mejelis Sinode Pdt. Elly D. Pitoy-De Bell STh mengatakan melalui tema “Yesus Kristus Sumber Damai Sejahtera” GPIB terus bergerak untuk menghadirkan damai sejahtera.
“Dari tema tersebut kita melakukannya melalui program-program yang dipersiapkan mulai dari jemaat lalu kami lakukan percakapan itu sampai pada skala sinodal,” kata Pdt. Elly Pitoy.
Ditataran jemaat, kata Pdt Elly, beberapa kegiatan telah menyentuh apa yang dilakukan melalui Persekutuan Teruna dan Gerakan Pemuda termasuk melakukan dialog-dialog antar iman.
“Dalam kegiatan ber-GPIB kami sudah melakukan itu. Itu setiap tahun kami lakukan melalui Teruna dan Pemuda, ada dialog-dialog interfaith, kita punya perkunjungan-perkunjungan,” ujarnya.
Bahkan, kata Pdt Elly, dalam satu-dua tahun terakhir ini telahj mengirim 15 pendeta belajar di UIN Sunankalijaga, Yogyakarta dan sudah 13 pendeta yang lulus. “Dan kami berusaha menempatkan mereka di lokasi-lokasi untuk bisa berdialog.”
Dari penempatan itu, diharapkan bisa melihat perbedaan itu tidak membuat jauh tapi bagaimana punya kesempatan untuk memunculkan damai sejahtera itu.
Hal lain yang juga gencar dilakukan GPIB adalah soal perlindungan Anak dan Perempuan. “Kami bersama Komnas Perempuan, kami bermitra dengan rekan perempuan untuk melihat bahwa kekerasan harus dihentikan baik untuk anak maupun untuk perempuan dan itulah bagian dari damai sejahtera,” kata Pdt Elly.
“Kita banyak mendapatkan perilaku-perilaku yang cukup menyedihkan, itu menimbulkan hal yang tidak nyaman bagi seseorang apalagi dalam keluarga, termasuk juga dalam hidup bermasyarakat.”
“Jadi kami berupaya untuk bisa melihat bahwa meminimalisasi bahkan berharap bahwa kekerasan itu harus selesai bukan saja dari gereja tetapi untuk sesama kita bangsa Indonesia.” /fsp