Oleh: Pdt. Boydo Rajiv Hutagalung
BARANGKALI Persekutuan Kaum Bapak (PKB) GPIB dapat memetik inspirasi bagi kegiatan Pembinaan dan Peribadahan yang biasa dilakukan dengan menyimak keunikan kegiatan kaum bapak diwilayah Dusun Paluombo, Desa Sumbersalak, Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember.
Di sana dibentuk sebuah Komunitas bernama “Sekolah Pak Bapak”. Bermula dari keprihatinan kaum bapak terhadap kondisi lingkungan yang menjalar kekeluarga. Ada banyak orangtua yang bergumul kenakalan remaja, serta banyak juga terjadi kekerasan dalam keluarga.
Ustad Mohammad Ali bersama Majelis Ta’lim setempat kemudian meresponi permasalahan ini dengan mengupayakan suatu gerakan pencerahan kepada kaum bapak yang diintegrasikan dengan kegiatan keagamaan rutinan.
Setelah agenda pertemuan rutin Bapak-bapak, semisal pertemuan majlis taklim/pengajian seperti arisan, majliz dzikir manakiban, sholawatan, diakhir acara diisi dengan beberapa materi terutama pendidikan keluarga.
Metodenya tidak formal. Ada narasumber yang memantik diskusi. Lalu bapak-bapak bertukar pikiran bahkan curhat seputar membina kehidupan rumah tangga, mendidik anak, cara berkomunikasi dengan remaja, memahami dunia anak/remaja, dll.
Dalam Pembukaan Kegiatan “Peduli Anak-Anak Pekerja Migran” yang dilaksanakan di ruang Aula Tanoker, Ledokombo, Ustad Mohammad Ali memberi sambutan mewakili Tokoh Agama sekitar.
Beliau menyampaikan rasa senang karena Kec. Ledokombo khususnya desanya dikunjungi warga Kristen yang kebanyakan berasal dari Kota tapi justru mau belajar dari Desa.
Beliau menceritakan sedikit tentang aktivitasnya selain keagamaan tetapi juga Pemberdayaan bagi kaum bapak di wilayah Kec. Ledokombo. Kemudian beliau memperkenalkan kepada para peserta sebuah Yel-yel yang unik, “…Sayang anak-istri sampai kita mati,” seru Ust.M.Ali.
Nah, bagaimana PKB GPIB? Mungkinkah kita ber-PKB bukan hanya sekadar dalam bentuk ibadah ritual tetapi diintegrasikan dengan diskusi-diskusi santai namun berbobot untuk membicarakan tentang peran strategis kita bagi keluarga kita? ***