JAKARTA, Arcus GPIB – Apakah benar bahwa para pemuda cenderung mencari agama yang lebih memberikan kebebasan spiritualitas pribadi dari pada agama yang doktrinal?
Pertanyaan kristis itu disampaikan Pendeta Adriaan Pitoy S.Th, M.Min, Mantan Sekretaris Umum Majelis Sinode GPIB dalam acara yang digelar secara hybrid oleh Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS), Selasa (28/03/2023) mempublikasikan hasil penelitian soal Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan.
Peneliti dari ICRS saat memaparkan hasil penelitiannya soal kebebasan beragama dikalangan anak muda.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di 5 kota, Denpasar, Jakarta, Manado, Padang, dan Pontianak oleh tim peneliti terdiri dari Leonard C. Epafras, Evelyn Suleeman, dan Daisy Indira Yasmin dari ICRS mengungkapkan, kaum muda cair dan fleksibel dalam beragama, toleran terhadap perbedaan namun kadar toleransi berjenjang, kaum muda pada isu sosial dan kemanusiaan seperti lingkungan hidup dan keamanan data, namun terbatas perhatiannya terhadap wacana kebebasan beragama.
Kaum muda masih di bawah bayang-bayang struktur, dan kaum muda mengelola eksistensi di medsos sebagai ruang sosial dan kanal ekspresi diri, ekspresi keagamaannya, di antaranya sebagai taktik dan strategi menghindari tatapan otoritas dalam menentukan sikap keagamaannya.
Saidiman Ahmad dari Saiful Mujai Research & Consulting (SMRC) dalam kesempatan itu mengapresiasi hasil penelitian yang dilakukan PGI bersama ICRS. Menurutnya, dalam penelitian lain juga mendapati kaum muda lebih positif melihat keadaan, dan lebih terbuka, termasuk melihat soal keagamaan.
“Ini tentunya tidak terlepas dari adanya keterbukaan dalam iklim demokrasi, tidak terbatas mengakses informasi. Maka keterbukaan ini harus dijaga, jika dibatasi akan beda hasilnya. Keterbukaan penting untuk membuka sikap anak-anak muda menjadi lebih fleksibel,” ujar Saidiman, salah satu penanggap hasil penelitian ini.
Apresiasi juga disampaikan Handi Irawan dari Bilangan Research Center (BRC). Dia melihat hasil penelitian tersebut bisa memantik pemikiran dalam melihat fenoma anak muda yang sangat pluralis, dalam menyikapi berbagai aspek kehidupan.
Dalam diskusi, terungkap juga adanya kecenderungan anak-anak muda yang apatis dengan hal-hal kegerejaan karena menyaksikan orang-orang di gereja dan pemimpin di gereja yang tidak mencerminkan sosok sebagai seorang Kristen yang baik.
Akibatnya, muncul sikap apatis yang pada akhirnya melahirkan sikap atheis di kalangan anak-anak muda. Beragama tapi tidak aktif secara gerejawi, namun aktif dalam hal-hal sosial dan lingkungan diluaran.
“Ini sikap atheis, beragama tapi tidak mengakui eksistensi Tuhan,” tutur seorang peserta dalam diskusi tersebut.
Pendeta Margie Ririhena-de Wanna, D.Th dari PGIW Jawa Barat meminta gereja-gereja kedepan lebih aktif melibatkan milenial dalam berbagai kegiatan kegerejaan.
“Riset sangat baik dan mencerahkan serta memberi masukan bagi gereja-gereja di berbagai wilayah Indonesia dalam mengembangkan program-programnya bersama generasi milenial,” tutur Pendeta Margie yang juga Ketua Majelis Jemaat GPIB Zebaoth Bogor ini.
Dari semua itu, katanya, bisa memberikan kontribusi profil generasi milenial yang optimis terhadap isu-isu sosial dan lain-lain yang bisa membantu PGI dan gereja-gereja dalam mengembangkan spiritualitas generasi milenial yang inklusif.
Marchelo H. L. Hekkers, S.Th mengatakan, peranan anak muda didalam pertumbuhan gereja, sudah sangat bagus. Di kota-kota besar, sangat aktif didalam pelayanan, baik yang berbasis lingkungan maupun sosial masyarakat, begitu pula di daerah-daerah.
“Tetapi kalau saya melihat, anak muda yang apatis didalam pelayanan, mungkin mereka terbentur didalam sistem bergeraja yang terlalu kaku, monoton,” tutur Marchelo merujuk ke gereja-gereja presbiterian.
Anak muda dianggap anak baru yang belum berpengalaman, dan kurang relevan dengan dogma dan doktrin gereja. Orang-orang tua masih menganggap diri lebih berpengalaman.
Pendeta Johny A. Lontoh, Ketua Majelis Jemaat GPIB Medan mengatakan, ada sikap positif Anak muda yang lebih fleksibel. Namun disisi lain nampak kalangan tua belum sepenuhnya menjadi teladan.
“Disisi lain, ada kecenderungan saya berpandangan kalangan muda kurang berani menunjukan identitas diri,” tandas Pendeta Johny.
Utusan GPIB yang aktif di Gerakan Kristiani Indonesia Raya (GEKIRA), GERINDRA Dra. Vonny Sumampouw-Pangemanan sangat berharap gereja-gereja lebih peduli lagi dengan generasi milenial yang akan melanjutkan kepemimpinan gereja kedepan.
“Spiritual anak muda saat ini sangat minim dalam pemahaman akan Firman Tuhan. Ini menjadi tantangan kedepan bagi gereja-gereja dalam hal ini, karena mereka nanti yang menjadi penerus gereja,” tandas Vonny, studi Strata-2, yang juga Sekretaris Dept. Inforkom & Litbang GPIB. /fsp