JAKARTA, Arcus GPIB – Menyikapi Kontestasi Politik menjelang tahun 2024, Majelis Sinode (MS) GPIB menyatakan sikap tegas bahwa GPIB tetap mendukung penerapan demokrasi yang didasari mekanisme sesuai konstitusi dan dilaksanakan secara teratur dan damai.
“Gereja harus tetap menjaga netralitas dan mendorong proses politik dapat dijalankan dengan menjunjung prinsip dan etika yang ditujukan untuk kebaikan bersama. Sebagai gereja kita tetap berkeyakinan bahwa Tuhan akan tetap menyertai perjalanan gereja-Nya di negeri dan negara Indonesia,” demikian Edaran Fungsionaris Majelis Sinode tertanggal 10 November 2022 yang ditandatangani Ketua II Pdt. Manuel E. Raintung, S.Si., M.M dan Sekretaris I Pdt. Roberto J.M. Wagey, M.Th.
Untuk itu, Majelis Sinode GPIB menyampaikan arahan sebagai sikap GPIB kepada seluruh Presbiter dan segenap Warga GPIB. Gereja tetap terus menyaksikan suara kenabian untuk hadir dan berkarya membawa damai sejahtera Tuhan bagi masa depan Indonesia. Gereja harus terus berkomitmen untuk menjaga persatuan kesatuan, membangun komunikasi dan kebersamaan dalam dan bersama seluruh komponen dari berbagai latar belakang.
“Ditengah hiruk pikuknya paradigma politik yang terindikasi cenderung menghalalkan berbagai cara termasuk menggunakan isu-isu identitas dan atau keagamaan untuk beragam kepentingan, maka sebagai gereja patutlah kita dapat menahan diri untuk tidak ikut dan terbawa arus dalam kontestasi politik yang sering membangun narasi-narasi eksklusivisme dan atau ujaran kebencian maupun hoaks.”
“Sebagai Presbiter GPIB diharapkan kita dapat membijaki tuturan kata dan perilaku agar tidak mendatangkan kerugian bagi kelembagaan gereja (GPIB). Setiap pernyataan dalam merespons isu sosial – politik hendaknya tidak menciptakan kontradiktif pendapat yang mengatasnamakan lembaga gereja (GPIB). Sebaiknya setiap pernyataan dapat dikonsultasikan dengan Pimpinan Jemaat dan atau Pimpinan Sinodal.”
“Gereja memiliki panggilan untuk mendukung pemerintah tanpa meniadakan fungsi profetik (kenabian) dan kritisnya. Sehingga selain kita tetap terus mendoakan pemerintah, hendaknya pula kita tidak terjebak dalam polarisasi terkait situasi sosio-politik.”
Gereja tetaplah harus memiliki pemahaman kritis serta mampu membaca tanda-tanda perubahan dan pembaharuan masyarakat. Gereja diminta memotivasi warga gereja untuk dapat menjadi agen perubahan dan berkontribusi positif bagi masyarakat terkait keharmonian, keadilan dan perdamaian. /fsp