SAMARINDA, ArcusGPIB.com – Soal jaminan keamanan data menjadi perbincangan hangat dalam webinar “Digitalisasi GPIB dan Pembuatan Database” yang diselenggarakan Mupel Kaltim 2 Sabtu 11/9/2021.
Acara yang diikuti sebanyak 13 jemaat Mupel Kaltim 2 ini antusias mengikuti hingga selesai paparan demi paparan yang disampaikan Narabina dalam webinar dihadiri Ketua IV/V Majelis Sinode Pnt Adrie P.H. Nelwan dan Ketua Departemen Inforkom & Litbang GPIB Pdt Ebser M. Lalenoh M.Th
Menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis peserta, narabina Pnt Petrus Lasut dengan lugas nan cerdas memberikan jawaban yang memuaskan peserta yang hadir cukup banyak.
Menurutnya, soal keamanan data, akan sangat dijamin tidak akan keluar kemana-mana karena tim yang ada di Inforkom & Litbang sudah memiliki kesepatakan itu dan itu harga mati.
“Data harus dijaga, itu harga mati. Yang bisa terjadi adalah data dicuri, misalnya, pada saat kita membuka data ada orang lewat dan memfoto,” kata Petrus Lasut yang juga Fraud & Rev Assurance Dev Management, Telkomsel ini.
Soal disrupsi digital, katanya, terjadi karena dipicu oleh inovasi yang besar-besaran dari perkembangan teknologi dan merubah sistem yang tadinya secara manual dan harus dikerjakan dengan pemanfaatan teknologi karena tuntutan efisiensi.
“Digitalisasi mengganggu proses-proses yang sudah ada, disrupsi. Teller di bank-bank diganti dengan fungsi-fungsi handphone,” kata Petrus Lasut.
Menurutnya, digital disruption muncul dimulai dari industry 1.0. dan seterus hingga industry 4.0. dan nanti akan ada industry 5.0 dengan spektrum yang lebih luas. Dengan 5G siapapun bisa berada pada area tanpa batas.
Ketua IV PHMJ GPIB Martin Luther Jakarta ini mengatakan, dengan kemajuan teknologi, semua akan berada digenggaman tangan. Digitalisasi juga menyajikan artificial intelligent yang bukan semata-mata seperti robot android tapi bagaimana sebuah system merespon suatu situasi.
Era industry yang terus bergerak cepat juga menyediakan Big Data Analitic, sistem pengumpulan yang dipakai untuk pengambilan keputusan secara tepat dan cepat dan teknologi ini berkembang sacara cepat termasuk cloud tehnology, proses penyimpanan data, dan Google Drive yang bisa diakses dari mana saja.
“Teknologi-teknologi ini diprediksi akan mendominasi beberapa tahun kedepan. Era digitalisasi bukan persoalan kita siap atau tidak. Ini adalah salah satu opsi yang harus berjalan, yang harus kita ikuti, kalau kita tidak ikut kita akan hanyut terbawa dengan perubahan teknologi dan akan tertinggal,” papar Alumnus Universitas Gunadharma Jakarta ini.
Namun, kata Petrus, era disrupsi digital punya tantangan antara lain sifting culture. Pada sifting kebiasan ini kalau diperkenalkan dengan sifting baru akan menjadi susah berubah dengan waktu cepat.
Data menyabutkan sebanyak 73 persen populasi terkoneksi dengan internet. Dan ada 61,8 persen aktif menggunakan media sosial. Ini fakta-fakta per Januari 2021. Media sosial yan paling banyak dipakai youtube, whatsapp, twitter, tiktok dll. Usia-usia produktif masih menguasai penggunaan medsos ini. Whatsapp tertinggi dalam penggunaan media sosial.
Sekarang, katanya, banyak pertemuan dengan menggunakan online. Zoom pada 2016 berada dibawah, sekarang per 2021 berada diatas langsung melompat 10 kali lipat. Zoom mencapai pengguna hingga 88 persen.
Kaitannya dengan database jemaat, Departemen Inforkom & Litbang telah memetakan arah GPIB sejak 2015 sampai 2020. Database jemaat diperlukan untuk mengukur kekuatan sebagai pembanding dengan jemaat lain, misalnya dengan GKI atau HKBP.
Dengan menggunakan databese jemaat akan bisa tahu orang yang punya potensi untuk membantu warga yang terdampak, misalnya, jika ada bencana.
Dalam kesempatan yang sama, Narabina Brurce Abraham Lantang menguraikan kiat-kiat membangun website di Jemaat yang dimulai dengan mengajak peserta melihat problem di jemaat dan merumuskan untuk melakukan mitigasi.
“Cari benefit apakah karena ada perubahan siftimg culture dari cara-cara konvensional ke digital. Termasuk menentukan siapa yang nyaman menggunakan teknologi dan siapa yang tidak nyaman,” kata Brurce.
Warga jemaat GPIB Paulus Jakarta ini juga mengungkapkan bagaimana kiat-kiat mengamankan data dan menjaga kepercayaan sebagai pemegang data. “Kalau perlu pakai materai,” tutur Brurce, Alumni Universitas Katolik Parahyangan ini.
Sementara narabina Susilo Ruiter mengungkap masih adanya di jemaat yang belum terlibat dalam sistem pengolahan data karena tidak memiliki sumber daya.
“Dalam analisa selama beberapa periode selama Rakerdal dan mengukuti PST kita sudah dapat gambaran ternyata memang beberapa jemaat belum memiliki sisten database, karena tidak ada SDM khusus untuk pengolahan data. Sebagian besar dikerjakan staf kantor gereja,” ungkap Staf Pangajar UKSW dan UKI Jakarta ini.
Menurutnya, komisi Inforkom dan Litbang di jemaat sebenarnya sudah punya kompetensi IT, tapi belum optimal karena kesibukan pekerjaan.
“Kita juga harus mengerti pemahaman yang berbeda ditiap jemaat. Sharing knowledge dalam komunitas harus membangun colaboration experience, pengalaman bersama-sama.
Gereja itu non profit butuh partisipasi aktif dari warga jemaatnya untuk mengelolah data jemaat. Setiap warga jemaat harus saling menguatkan sehingga proses bisa menghasilkan goal. /fsp