LAMPUNG, Arcus GPIB – Rawat alam dan bumi sebagai ciptaan Tuhan untuk kelestarian dan wujudkan kepedulian. Mulailah dari diri sendiri. Demikian harapan Pendeta Marley Raisa Mercy Sinay mengajak warga jemaat untuk peduli terhadap lingkungan hidup.
“Kalau memang kita tahu bersyukur kepada Tuhan mulailah dari diri kita sendiri,” tuturnya dalam ibadah Syukur Perayaan Hari Persekutuan Perempuan Gereja Asia, Asian Church Women’s Conference (ACWC) di GPIB Jemaat Marturia Lampung, 25/11/2023.
Mengulas Firman Tuhan dari Roma 8 : 20 – 23 ia menjelaskan, adanya keserakahan manusia terhadap alam mengakibatkan kerusakan dan membuat manusia menjadi berdosa.
Atas kerusakan alam yang terjadi karena ulah manusia, Tuhan datang mengingatkan dan menyadarkan atas perbuatan manusia.
“Kita punya Tuhan yang peduli yang menyediakan alam yang begitu indah dan memperhatikan keadilan,” kata Marley.
Ia menyebut ada kisah inspiratif bagaimana kepedulian yang Tuhan berikan diwujudkan dengan rasa terima kasih dan rasa Syukur oleh seorang Yenny Mulyani sudah 20 tahun di Tangerang. Yenny mendaur ulang sampah dan dijadikan kerajinan tangan.
“Ini mengingatkan bahwa kita dipakai oleh Tuhan yang telah memberikan kita karunia,” ujar Marley.
Kisah lainnya, kata dia, salah satu suku di Papua, suku Amungme yang rela menjaga kelestarian alam dan tetap tinggal di Anokhi tanpa menebang pohon dan rela meninggalkan kemewahan karena memiliki pandangan alam adalah Ibu mereka.
Kepada Kaum Perempuan, Marley meminta untuk menjadi perempuan yang peduli pada ciptaan Tuhan. Perempuan saat ini punya peran besar yang tidak kalah dengan laki-laki.
Kata Marley: “Semua kita dipakai dan diutus oleh Tuhan untuk menunjukkan kepedulian terhadap alam dan kelestarian.
“Jujur saja ketika kita membahas tentang rasa dan tindakan kepedulian terhadap ciptaan Tuhan sampai hari ini masih jauh terdengar dan hanya beberapa orang saja,” katanya.
Menurutnya, salah satu negara yang menjadi bagian dari konfrensi perempuan gereja Asia yakni Korea Selatan belum adanya kesetaraan dan ketidakadilan gender.
Hal itu disebabkan oleh pelecehan ditempat kerja dan kuatnya pemahaman patriarki serta kematian dengan cara bunuh diri karena tekanan sosial yang tinggi dan kesulitan ekonomi.
“Ini menjadi tugas kita sesama anak Tuhan untuk memperhatikan sekeliling kita,” tandas Marley seraya bertanya bagaimana dengan kita yang ada di Indonesia. Apakah sudah jauh menuju kearah yang lebih baik atau sama saja
Terlihat tingkat kematian dengan bunuh diri dan tidak adanya kesetaraan gender di beberapa wilayah Indonesia pun masih ada. Terkadang bisa saja berbicara keadilan tapi pulang ke rumah bisa berubah cerita.
Jadi, kata Marley, perlu belajar antar sesama Perempuan dan saling menghargai satu dengan yang lain karena kenyataan yang terjadi tidak semua saling menghargai dan mendukung. Satu gender saja bisa begitu apalagi mau mengharapkan keadilan.
“Kita sesama perempuan kurang memberikan dukungan secara baik dan benar yang kadang-kadang saling menjatuhkan, saling gibah itu.”
“Kenyataan yang terjadi dalam kehidupan kita bersama, kemudian setiap laki-laki sebagian besar masih memandang dan menilai perempuan tidak bisa apa-apa.
Tidak hanya itu, banyak ciptaan Tuhan lainnya menjadi korban keserakahan manusia. Contohnya penebangan hutan secara liar tanpa izin.
“Secara teori semua secara serentak menyatakan peduli terhadap lingkungan namun prakteknya, tanda tanya.” kata Marley.
Ketua Dewan PKP-GPIB Juanita Pattipeilohy mengatakan kehadiran ACWC bertujuan memberikan dukungan terhadap setiap perempuan yang terus berjuang untuk eksistensi diri.
Perayaan ACWC setiap tahun selalu mengusung tema yang berbeda yang disesuaikan dengan pergumulan kaum perempuan Asia. Hal ini dimaksudkan agar perayaan ini bukan hanya perayaan seremonial tanpa makna. Namun setiap perempuan gereja Asia diajarkan untuk mengenal sosial budaya setiap anggota serta konteks pergumulan perempuan.
“Dari perayaan ini kita tidak hanya merayakan persekutuan tapi juga kita saling mendoakan dan menguatkan setiap perempuan untuk maju dan berjuang bersama menuju dunia yang ramah dan setara bagi Perempuan,” tutur Juanita.
Dengan tema ACWC “Menjadi Perempuan yang Peduli Pada Ciptaan Tuhan” mengajak melihat persoalan dunia secara holistik karena setiap ciptaan Tuhan mempunyai keterikatan satu sama lain.
Persoalan itu adalah issue perubahan iklim, kerusakan lingkungan, kekerasan terhadap Perempuan. Persoalan ini berimbas pada peran dan fungsi perempuan dalam keluarga , masyarakat dan dirinya sendiri.
Dan sesuai dengan tujuan ACWC, PKP-GPIB mendukung penuh program pemberdayaan perempuan dan anak serta program kemanusian akibat peperangan, bencana alam dan korban ketidakadilan dengan mengumpulkan persembahan persekutuan mata uang terkecil.
Persembahan dikumpulkan melalui setiap Ibadah Pelkat PKP yang dilakukan sejak Bulan April – Oktober 2023 dan seluruh persembahan mata uang terkecil yang terkumpul tahun 2022 telah diserahkan ke Biro Perempuan dan Anak PGI pada Bulan Agustus.
“Mari setiap perempuan gereja bergandeng tangan menerobos tradisi dan kebiasaan yang tidak berkeadilan gender menuju kesetaraan gender yang menjadikan perempuan sebagai makhluk yang setara dan memiliki kepedulian terhadap seluruh ciptaan Tuhan,” harap Juanita menutupnya dengan kata: Soli Deo Gloria, Kamsahamnida. /Jp