JEMBER, Arcus GPIB – Event Tanoker GERMASA yang digelar di Tanoker Jember 22 – 24 November 2024 cukup banyak memberikan masukan berarti bagi peserta dalam menyikapi keberagaman baik budaya maupun agama yang menghadirkan narasumber- narasumber kompetensi di bidangnya.
Penatua Alex Mandalika Jenderal (Purn) Bintang Dua, Pendeta Boydo Rajiv Hutagalung Spesialisasi Islamologi dan Pengelola Komunitas Tanoker Farha Ciciek dan Supoharjo dan beberapa narasumber lainnya.
Dalam kesempatan itu, Maxi Hayer Penatua Maxi Hayer, S.H., M.H., CCD, CPIR Ahli Hukum saat dipercaya sebagai P.I.C di malam perenungan api unggun memaknainya dengan berbagai ajakan untuk saling kenal satu sama lain.
Menyapa peserta di interenal GPIB dan menyapa peserta lainnya dari warga dari Komunitas Tanoker Jember yang hadir dalam kebersamaan yang diarahkan oleh Farha Ciciek dan Supoharjo.
Hadir dalam kesempatan tersebut Sekretaris I MS GPIB Pendeta Emmawati Yulia Rumampuk – Baule, S.Th, M. Min. Malam perenungan api unggun berlangsung khusuk nan semarak dalam dinginnya udara pebukitan Tanoker dengan untaian lagu-lagu dan games sembari menikmati jagung bakar dll. Perenungan menjadi sesi bina menjalin keakraban satu dengan lainnya.
Sebelumnya Ka. Dept GERMASA Alex Mandalika saat menyampaikan materi berharap agar anak-anak muda memiliki karakter dan mau menempatkan moral dan etika yang baik dalam keseharian.
Ia mencontohkan dalam era digital ini, keluarga-keluarga satu dengan yang lain seakan terjauhkan oleh karena pengaruh kuat digitalisasi.
”Sama-sama duduk di meja makan, tapi satu dengan lainnya tidak saling bertegur sapa, sibuk dengan gadget di tangan,” tandas Penatua Alex.
Sementaa Pendeta Boydo Hutagalung, dalam kesempatan itu mengungkapkan, intoleransi berpangkal dari kebencian. Kebencian bisa berasal dari kebencian terhadap diri sendiri yang berakar dari trauma perlakuan yang didapat pada masa kecil: dianggap bodoh, jarang dipuji, jarang dipeluk, diabaikan, dimaki, dipukul. Akibatnya membenci diri sendiri.
Ia juga mengajak peserta Event Tanoker tidak membatasi diri sekadar bertoleransi.
Sikap toleransi dalam pergaulan di masyarakat sepertinya tidak cukup. Sebaiknya tidak hanya sekadar toleransi perlu lebih dari itu.
”Kita perlu melampaui sikap toleransi dan moderasi, yaitu kemauan berdialog lintas iman aktif melakukan dialog lintas iman, karena dengan dialog banyak prasangka dapat diklarifikasi, perselisihan dapat didamaikan, hal-hal baik dipelajari, dan banyak tantangan dapat diatasi bersama,” ujar Pendeta Boydo. /fsp