BANDUNG, Arcus GPIB – Ketua Dept. Germasa GPIB Irjen Pol (Purn) Alex Mandalika mengajak seluruh warga jemaat GPIB dan 25 Mupel untuk sama-sama bergerak menentang RUU Pendidikan dan Pesantren yang membatasi jumlah Katekisasi dan Sekolah Minggu hanya 15 anak.
“Informasi terbaru yang perlu berjuang bahwa baru diajukan Rancangan Undang-undang Pendidikan dan Pesantren. Disana ada 2 Pasal yang mengatur pembatasan Katekisasi dan Sekolah Minggu yang dibatasi dengan 15 anak,” ungkap Alex Mandalika saat menyampaikan sambutannya di Ibadah Minggu (27/10/2024) dan pembukaan Semiloka “Geraja dan Demokrasi” yang digelar Dept. Germasa di GPIB Sejahtera Bandung.
Pria yang punya banyak pengalaman di Bareskrim Polri mengatakan, terhadap RUU Pendidikan dan Pesantren tersebut PGI sudah mengeluarkan Surat sebagai sikap PGI terhadap RUU tersebut.
”PGI sudah mengeluarkan Surat, kita harus mengkritisi hal ini. PGI sudah mengeluarkan Surat dan kita harus mengkritisi hal ini. Takutnya ini akan gol, mudah-mudahan kita mohon berkat Tuhan, kita berdoa semoga ini tidak bisa terlaksana,” tandas Alex seraya berharap dukungan seluruh jemaat dan 25 BP Mupel untuk bersama-sama mengkritisi aturan itu.
Pada kesempatan itu, Alex menyatakan rasa syukurnya bisa melaksanakan Semiloka “Gereja dan Demokrasi”. Tujuan Semiloka ini, kata Alex, untuk membuat pengertian yang subtantif kepada seluruh jemaat warga GPIB tentang Apa itu Demokrasi dan Apa itu Politik.
Kemudian selanjutnya, kata dia, akan membuat route map menuju Gereja yang Demokratis. Tidak lagi Golput, tapi berpartisipasi dalam setiap kegiatan demokrasi dan politik. Tidak hanya terbatas pada kegiatan demokrasi dan politik tetapi seluruh kegiatn pemerintah, baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat bagaimana gereja bisa melakukan kritik.
Ketua Mupel Jabar 1 Pendeta Ny. M. Nanlohy-Latupeirissa, M. Si dalam renungannya mengajak warga jemaat untuk tidak alergi dengan politik tapi mau mengambil bagian dalam ajang demokrasi sebagai bentuk tanggung jawab bernegara.
”Memasuki Pilkada, jangan sampai generasi muda kita golput. Oleh sebab itu kalau GPIB melakukan pendidikan politik supaya kita tidak lagi alergi tentang politik,” tandas pendeta yang akrab disapa Pendeta In.
Ia juga mengajak warga jemaat untuk sesering mungkin menyempatkan waktu mendengarkan suara Tuhan agar dapat bersikap bijak dan kritis di masyarakat.
”Jangan sampai kita lebih banyak bicara dan kita kehilangan kesempatan memberikan waktu untuk Tuhan berbicara,” kata Pendeta Pendeta In.
Menurut Pendeta In, hanya dengan sesering mungkin mendengarkan suara Tuhan, seseorang baru bisa melakukan dan menyatakan suara kenabian bagi sesama dan dunia.
“Bagaimana kita akan menyatakan suara kenabian kita ditengah-tengah tantangan hidup yang luar biasa kalau kita tidak punya waktu dan memberikan telinga mendengarkan Tuhan berbicara,” tandas Pendeta In. /fsp