JAKARTA, Arcus GPIB – Cerita atau kisah-kisah Natal tidak membosankan meskipun beberapa kali disampaikan, di baca dan didengar.
”Selalu ada yang baru dalam kisah-kisah Natal untuk disampaikan dan diceritakan. Ada saja pesan yang selalu hidup,” kata Pendeta Nitis Putrasana Harsono saat melayani di Ibadah Hari Natal, GPIB Gibeon Jakarta 25 Desember 2024.
KMJ GPIB Jemaat Gibeon Jakarta yang siap mencalonkan diri sebagai Ketua Umum MS GPIB – XXII ini mengatakan, kitab suci, Alkitab, yang dari dulu menjadi tulisan dan dibukukan oleh para bapa gereja, selalu mengispirasi.
Mengurai Firman Tuhan dari Lukas 2: 8 – 16, Pendeta Nitis mengatakan, mengapa Yesus marah di Bait Allah, mengobrak-abrik barang-barang yang dijual karena kelakuan para penguasa Bait Allah yang mempersulit orang yang mempersembahkan kurban kepada Tuhan.
Tradisi bagi orang Yahudi dalam peribadatan harus mempersembahkan kurban kepada Allah dan kurban harus dicek dulu oleh pejabat Bait Allah, harus domba yang sempurna, domba sehat, tidak cacat. Saat pengecekan kurban inilah, kurban atau persembahan yang bagus tak bercacat bisa dianggap cacat. Ada saja yang kurang dari domba yang dipersembahkan dan pada akhirnya harus membeli di Bait Allah yang harganya bisa lebih mahal.
“Ada mafia yang mempermainkan kurban sebagai persembahan. Dari sini kita bisa maklum kenapa Yesus marah di Bait Allah dan mengobrak-abrik barang-barang yang dijual, Yesus marah karena kelakuan para penguasa Bait Allah yang sengaja menjual, mempersulit orang yang mempersembahkan kurban kepada Tuhan,” ungkap Nitis.
Mantan Rektor STFT INTIM Makassar ini mengajak warga jemaat untuk meneladani para gembala di Padang Efrata yang bersukacita atas kelahiran Yesus Kristus dan mewartakan kepada sesama.
”Para gembala ini bukan gembala kebanyakan atau pada umumnya yang kita tahu. Para gembala mendengar nyanyian bala sorga, paduan suara sorgawi seperti mereka melihat langit, mereka tidak bisa membayangkan,” tutur Pendeta Nitis.
Dikatakan, ada tradisi di orang Yahudi dimasa lampau kalau ada anak laki-laki yang lahir, orang Yahudi akan main suling atau trompet bisa semalam suntuk.
“Yesus ini Putra Allah lahirnya bukan di rumah, nggak ada orang Yahudi yang main suling atau trompet, sukacita diganti dengan malaikat surgawi yang bernyanyi. Saat kita merayakan Natal, kita mengingat bayi mungil yang manis, bayi mungil yang montok, bayi mungil yang menggemaskan, bayi mungil yang cenderung kita mungkin mau mencubitinya, kita senang seperti halnya kita melihat kelahiran anak, kelahiran cucu,” ujarnya.
Tapi, katanya, kegembiraan sampai disitu doang! Injil Lukas seakan mau katakan kegembiraan karana melihat Yesus Putra Allah yang pada akhirnya dikorbankan menjadi Anak Domba Paskah.
Masa Raya Natal, memberikan kekuatan, keberanian, sehingga kepala kembali bisa ditegakkan dan berjalan dalam keyakinan Iman bahwa Dia tidak pernah menjauhkan diriNya dalam kehidupan pribadi dan keluarga.
”Selamat merayakan Natal, selamat menerima Dia, itu berarti kita ingat bahwa Dia ada untuk saya dan untuk dunia ini,” tandas Nitis.
Merayakan Natal adalah sukacita, seperti para gembala yang gembira karena menemukan yang jauh yang dapat memberikan keselamatan sempurna.
John Paulus, Yayasan Diakonia GPIB