Home / Interdenominasi

Jumat, 12 Mei 2023 - 06:20 WIB

Gereja harus Menavigasi dalam Merawat Alam

JAKARTA, ArcusGPIB – Ada sejumlah tanggapan yang menarik yang muncul di hari kedua (Selasa, 2/5) dalam perhelatan Asian Church and Ecumenical Leader’s Conference (ACELC) CCA yang berlangsung di Hotel Milenium, Jakarta. Tanggapan dari materi yang dibawakan oleh Pdt. Dr Asigor Sitanggang tentang Stewardship of God’s Creation atau Penatalayanan Cipataan Allah dimaknai bahwa gereja harus me-lead, menavigasi dalam keterlibatannya merawat ciptaan Allah. Hal itu dikatakan Pdt.Dr.Merry L.Y Kolimon Ketua Umum Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) kepada Arcus.

“Alam Asia itu terlalu kaya tapi pada sisi yang lain juga menjadi rentan karena sebagai objek eksploitasi. Dalam topik sebelumnya kita diingatkan bahwa agama-agama besar di dunia, lahir dari rahim Asia dan hikmat kebijaksanaan untuk mengenali Allah dan karyanya ada di dalam alam semesta ini. Menurut hemat saya, ini menjadi tanggung jawab iman gereja-gereja Asia untuk merawat alam supaya kita bisa terus menyaksikan Allah yang sedang bekerja memelihara manusia dan umat. Dan terkait topik Stewardship of God’s Creation, kepemimpinan gereja yang baik adalah tidak ditujukan untuk gereja sendiri tapi kita sebagai gereja bisa terlibat bersama-sama dengan Allah dalam karya keselamatan di bumi secara khusus konteks kita di Asia untuk meng-address isu-isu soal ketidakadilan sosial tapi juga ketidakadilan ekologis yang sedang terjadi. Sehingga baik sekali untuk gereja membangun jembatan yang kuat dengan pemahaman teologis untuk menyampaikan bahwa tugas manusia adalah merawat alam dari perspektif iman. Karena kepemimpinan yang baik dalam gereja adalah kepemimpinan yang mendorong, me-lead, menavigasi gereja bagi keterlibatannya dalam karya Allah merawat ciptaan.”

Hal ini berkaca dengan kasus-kasus perusakan alam di Indonesia yang sedikit banyak gereja terlibat membiarkan kerusakan itu atau terlibat lainnya. Sehingga tugas para pemimpin gerejalah memberikan pemahaman yang benar pada umat untuk tidak terlibat merusak tapi merawatnya.

Baca juga  Generasi Muda Jangan Abai, Toleransi Perlu Terus Dijaga

Sementara itu Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Pdt Dr Robinson Butarbutar kepada Arcus juga memberikan tanggapannya. Menurutnya, selama ini sepertinya gereja-gereja tidak berdaya kecuali hanya menyuarakan suara nabiah supaya kita memelihara bumi ini.

“Tapi kelihatannya suara industri, suara pengusaha, suara pemerintah tidak mempedulikannya sehingga kita sampai pada titik akan menghadapi global catastrophic, yaitu pemanasan bumi dengan dampak-dampak besarnya, seperti banjir, kekeringan, cairnya salju dan seterusnya. Dan ternyata, apa yang kita lakukan sampai sekarang merusak diri sendiri. Karena itu harus kembali pada mandat Ilahi, kita harus mendalami untuk tidak merusak tapi menjaga dan melindungi. Dan mandat Ilahi ini kita lakukan kalau kita mempunyai pemahaman yang sama tentang harga dari ciptaan itu di mata Allah. Kita itu saling tergantung walapun kita segambar dengan Allah, maksudnya untuk memastikan setiap yang ada di jagat raya ini punya hak-hak hidup. Kita ini diperhadapkan pada kenyataan bahwa kita tidak mampu menghadapi pengaruh. Oleh karena itu kita harus bicara pada para penguasa. Penguasa itu harus mendengar suara nabiah dari gereja-gereja. Tapi pada saat yang sama gereja-gereja itu harus memastikan suaranya didengar dengan cara kita tidak ikut merusak alam ini dan kita sendiri tidak dimakan oleh perusak karena kita membutuhkan dana-dana dari mereka dalam kehidupan gereja.”

Ephorus Robinson juga menambahkan bahwa sangat penting bagi kita gereja-gereja untuk melakukan dua hal itu, yaitu bicara keluar pada penentu dan penguasa bumi dan bicara kedalam, ke kita sendiri. “Harus memiliki perangai sedemikian rupa sehingga kita tidak bergantung pada perusak itu.”

Beberapa catatan soal bencana alam di Indonesia sepanjang tahun 2022 menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sekira 3.522 bencana alam. Banjir menjadi bencana alam yang paling sering melanda sepanjang tahun lalu, yakni 1.520 peristiwa. Cuaca ekstrem juga menjadi bencana alam yang banyak terjadi sepanjang tahun lalu mencapai 1.057 kejadian. Setelahnya ada tanah longsor yang tercatat sebanyak 634 kejadian. Sebanyak 252 kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga terjadi di Indonesia sepanjang tahun lalu. Ada pula 28 kejadian gempa bumi yang terjadi di dalam negeri.

Baca juga  Wow, GKST Punya 468 Jemaat dari Sulteng, Sulsel, Jakarta dan Hingga Bekasi

Sebanyak 26 kejadian gelombang pasang/abrasi terjadi sepanjang 2022. Sementara, kasus kekeringan dan letusan gunung berapi masing-masing sebanyak empat kejadian dan satu kejadian pada 2022.

Seluruh bencana alam tersebut telah mengakibatkan 851 orang meninggal dunia, 8.726 orang luka-luka, dan 46 orang hilang. Ada pula 5,42 juta orang yang menderita dan mengungsi karena berbagai peristiwa tersebut.

Sementara di kawasan Asia, menurut laporan Asian Development Bank (ADB), Asia menjadi kawasan yang paling banyak mengalami kerusakan akibat bencana alam. Sepanjang 2000-2021, sebanyak 39% bencana di seluruh dunia terjadi di Asia. Ini jauh lebih tinggi dari yang terjadi di Amerika (23%), Afrika (21%), Eropa (13%), dan Timur Tengah (4%).

Rinciannya untuk Asia, sebanyak 33% bencana terjadi di Asia Tenggara, 27% bencana terjadi di Asia Timur dan Asia Selatan, 5% di Pasifik, 4% di Oceania dan Asia Tengah.

Kerusakan alam akibat bencana yang terdata, seperti kekeringan, gempa bumi, epidemi, suhu ekstrem, banjir, semburan danau glasial, tanah longsor, badai, aktivitas gunung berapi, dan kebakaran. Turut dihitung insiden terhadap atau dari hewan.

Perhitungan ADB itu menggunakan data dari Pusat Penelitian Epidemiologi Bencana (Centre for Research on the Epideiology of Disasters/CRED) dan database bencana internasional (EM-DAT) yang diolah Januari 2023.

Di akhir pemaparan Pdt. Dr Asigor Sitanggang menekankan Penatalayanan Cipataan Allah mendorong gereja melakukan terus menerus melakukan advokasi merawat alam lewat tindakan-tindakan nyata./phil

 

Share :

Baca Juga

Interdenominasi

Akhirnya Jadi Juga, Gedung Baru Primaya Hospital PGI Cikini Mulai Dibangun

Interdenominasi

Sekum GKSI Pdt. Bayu Priadi Kusumo Bangga Dengan Pelayanan Media Digital GPIB

Interdenominasi

Kita Sedang Hidup Di Masa-masa Sulit, Dunia Dalam Krisis: “Polikrisis”

Interdenominasi

PGI Minta Semua Pihak Bijaksana Menyampaikan Pandangan Agama Di Ruang Publik

Germasa

Sidang Sinode BNKP, Menkumham Yasonna:  Peluang untuk Terus Berbenah dan Berinovasi

Interdenominasi

Satu Lagi, GMMI Resmi Menjadi Anggota PGI ke 96

GPIB Siana

Menlu RI Buka Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya

Interdenominasi

Generasi Muda Jangan Abai, Toleransi Perlu Terus Dijaga