JAKARTA, Arcus GPIB – Mencermati isu hangat krisis pangan dan energi yang melanda dunia termasuk Indonesia, GPIB hadir dan ikut mendorong kemandirian di sektor pangan dan energi dalam bentuk nyata di lapangan.
Karenanya, Majelis Sinode mengimbau kepada seluruh Majelis Jemaat untuk bergerak bersama mewujudkan kemandirian pangan di tingkat Jemaat GPIB.
Melalui Surat Edaran Majelis Sinode awal Agustus 2022 yang ditandatangani Fungsionaris Majelis Sinode Pdt. Marthen Laiwakabessy dan Pdt. Elly D. Pitoy De Bell mengajak warga jemaat untuk memanfaatkan lahan kosong .
Bentuk kegiatan adalah pemanfaatkan lahan kosong yang dimiliki oleh jemaat baik di lingkup perkotaan maupun di perdesaan, termasuk halaman pekarangan rumah warga untuk bersama dalam skala yang massif. Juga membudidayakan komoditi pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan sebagai sumber kemandirian pangan tingkat keluarga, jemaat, dan mupel.
Catatan Arcus Media Network mengutip ugm.ac.id menyebutkan, menghadapi krisis pangan yang mungkin terjadi ini ada beberapa upaya yang harus dilakukan pemerintah dan masyarakat. Diantaranya bagaimana upaya menghadapi perubahan iklim, pengembangan varietas yang adaptif, persoalan pupuk, persoalan perilaku tidak boros dan persoalan regenerasi petani.
Pengamat pertanian, Ir. Jaka Widada, M.P., Ph.D., menyatakan tanda-tanda krisis pangan itu sudah ada ditandai dengan iklim yang tidak menentu, hujan ekstrem, bencana alam dan lain-lain. Akibatnya petani gagal panen karena kebanjiran atau kekeringan dan gagal panen karena ledakan hama dan penyakit.
Agar tidak terjadi kelaparan maka harus ada peningkatan produksi pangan dunia. Produksi pangan tersebut idealnya untuk saat ini harus berkisar 70 persen, jika sebagian negara masih sekitar 10 persen maka bukan persoalan mudah untuk mengejarnya.
“Memang antar negara yang satu dengan negara yang lain beda-beda. Bisa-bisa di tahun-tahun itu akan banyak tragedi kelaparan juga. Untuk negara-negara seperti Cina, Israel, Amerika, Uni Eropa sejak sekarang sudah mempersiapkan,” katanya.
Menurut Jaka tidak hanya menurunkan hasil produksi, kondisi ini bisa berdampak pada gagal produksi. Persoalan yang dihadapi diantaranya persoalan air, dan jika masyarakat saat ini mengandalkan air tanah sebagai sumber pengairan maka dikhawatirkan 10 tahun kedepan sumber-sumber air habis dan akan memunculkan kekeringan permanen di sejumlah daerah.
“Karenanya apa yang dilakukan PUPR dalam membangun sejumlah embung sudah benar meski terkadang belum pas karena dilakukan dengan tidak memperhatikan posisi strategis embung sebagai daerah tampungan air,” ucapnya.
Hal lain yang harus diselesaikan adalah terkait persoalan pengembangan varietas-varietas tanaman yang adaptif terhadap perubahan iklim. Sebagai contoh yang sudah dilakukan adalah pengembangan varietas Gama Gora yang didesain varietasnya kurang lebih sama dengan varietas yang ada saat ini tetapi dengan kebutuhan air yang jauh lebih sedikit.
“Varietas-varietas yang ada saat ini untuk produktivitas 1 kg beras masih memerlukan sekitar 2.500 liter air, kita berharap hal itu bisa diturunkan di bawah 100 atau 50 liter untuk per kilo beras. Jadi harapannya kesana mampu mengembangkan varietas-varietas adaptif terhadap perubahan iklim,” ungkapnya.
Jaka menyebutkan, perlu kiranya mengembangkan budi daya teknik pertanian yang bisa menghemat pupuk. Apalagi bisa membuat pupuk secara mandiri dan bisa menggantikan pupuk pabrikan dengan mendasarkan pada pengembangan biologi tanah dan biologi tanaman.
“Seperti teknologi teknologi yang didistribusikan dari Aceh hingga ke Riau, dimana orang bisa membuat pupuk nitrogen sendiri dengan sangat murah dan bisa menggantikan 50 persen dari pupuk yang harus digunakan. Sayangnya petani Indonesia secara umum belum memperhatian hal-hal seperti itu,” ungkapnya.
Dalam aspek sosial, Jaka berpendapat sudah saatnya gencar melakukan edukasi kepada anak-anak muda agar tertarik menjadikan petani sebagai profesi. Upayanya bagaimana menjadikan hasil-hasil pertanian sebagai komoditas yang menguntungkan dan menjanjikan. Bagaimana menjadikan pertanian sebagai pekerjaan yang menarik dengan mengembangkan aplikasi-aplikasi, model otomatisasi dengan dikontrol melalui handphone. /fsp
