MEDAN, Arcus GPIB – Kasus poster wanted GMKI yang memajang gambar Ketua Umum Umum Majelis Sinde GPIB Pendeta Drs. Paulus K. Rumambi, M.Si kini semakin terang benderang.
Pelakunya sudah teridentifikasi dan sudah dilaporkan ke pihak berwajib dalam hal ini Kepolisian untuk segera diproses hukum.
Menurut Ketua Umum Majelis Sinode Pendeta Paulus K. Rumambi persoalan atau kasus fitnah dan pencemaran nama baik ini karena budaya digital yang salah.
“Ini karena budaya digital itu. Kalau tidak ada era digital yang tidak terungkap hal itu. Jadi penggunaan budaya digital yang salah, yang keliru seperti itu, langsung mengupload, langsung tersebar, ini konsekuensi era digital,” kata Pendeta Paulus Rumambi kepada Frans S. Pong dari Arcus GPIB disela-sela Konven Pendeta dan PST Medan 21-26 Februari 2023.
Menurutnya, kasus poster wanted GMKI yang memajang dirnya dilakukan oleh anak-anak muda.
“Anak-anak muda ‘kan berpikirnya pendek, kita maklumin saja, tidak ada masalah buat kita, tapi kita harus kasih pelajaran sama mereka ini negara hukum, kita proses secara hukum, kita lapor ke polisi, sekarang lagi ditangani, tersangkanya sudah ada, namanya sudah ada saya tidak usah sebut ya,” tandasnya.
Ketua Umum DPP Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI), Dr. Badikenita Putri Sitepu mengatakan, apa yang dilakukan GMKI itu sangat salah.
“Ada katakan wanted itu salah, saya menyesalkan hal itu dan saya menegur langsung kepada yang bersangkutan yang mengeluarkan saya mengatakan bergereja jangan dipolitisasi,” tutur Putri Sitepu didampingi Ketua Bidang Teologi & Oikumene DPP PIKI, Pendeta Dr. Margie Ririhena de-Wanna.
Menurut Putri Sitepu, GMKI seumpama sebuah gereja tempat orang-orang percaya berkumpul, disitu ada kasih dan disitu ada doa.
“Saya menyerukan kepada senior GMKI, saudara-saudaraku jangan membiarkan adik-adik kita menjadi korban kepentingan kita,” imbuh.
Senada dengan itu, Karen Puimera, sosok yang pernah terpilih sebagai Central Committee WCC di Karlsruhe, Jerman untuk unsur pemuda dan non pendeta mengatakan, apa yang dilakukan personel GMKI itu konsekuensi dari budaya digital.
“Budaya digital itu bisa menjadi dua sisi koin yang berbeda. Ada keuntungan dan risikonya. Dan ini merupakan tugas gereja untuk memberikan dukungan dan juga pembelajaran dan pastoral untuk milenial dan memperkuat peran-peran keluarga semakin diperkuat,” kata Karen.
Untuk itu, kata Mahasiswi Program Strata-2 Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini, gereja harus semakin berperan melalui keluarga agar kaum milenial bisa terhindar dari paparan budaya negatif dari budaya digital saat ini.
“Kebebasan berpendapat itu dipakai oleh anak-anak muda menggebu-gebu mengelaurkan pendapat yang harusnya disaring dan tidak menjelekkan pihak lain,” tandas Karen.
Menurutnya, spirit anak muda itu spirit yang progresif, tranformatif namun tidak meningggalkan nilai-nilai kebinekaan, nilai-nilai kristiani yang seharusnya dijunjung.
Karena itu, kata Karen, ketika bicara soal kolegalitas dan kesetaraan dengan orang lain harus memahami dan menghormati yang lebih tua dan bentuk penghormatan itu adalah dengan tidak menjelek-jelekkan ketika ada masalah. /fsp