JAKARTA, Arcus GPIB – Tinggal menghitung hari lagi, Departemen Germasa GPIB akan menggelar KONFERENSI SINODAL GEREJA, MASYARAKAT & AGAMA-AGAMA III Tahun 2023. Konferdal mengambil tempat di GPIB Immanuel Singkawang, Mupel Kalimantan Barat 19-23 Agustus 2023.
Bahasan menarik dalam Konferdal Germasa ada Orasi Germasa yang akan dijadikan pandangan utama yang membingkai Konferensi Sinodal Germasa GPIB oleh Wakil Menteri Agama H. Saiful Rahmat Dasuki, S.IP., M.SI.
Disebut Orasi Germasa sebab penyampaian tersebut akan memberikan arahan tentang peran gereja dalam masyarakat yang beragam di dalam sinergi dengan agama-agama yang ada di Indonesia, terlebih khusus dalam upaya bersama merawat alam ciptaan.
“Singkawang dipilih menjadi tempat penyelenggaraan Konferdal karena Kota tertoleransi di Indonesia 2 tahun berturut-turut,” kata Ketua II Mejelis Sinode GPIB Pendeta Manuel E. Raintung, S.Si, MM.
Selain Wamenag, Pejabat Pemerintah yang akan hadir adalah Billy Mambrasar ST. MSc.MBA Staf Khusus Presiden RI, Dr. Jan S. Maringka, SH. MH Irjen Kementerian Pertanian RI, Ir. R. Basar Manulang, MM Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, dan Dr. Amsal Rowei, SE, M.Pd.K Direktur Urusan Agama Dirjen Bimbingan Masyarakat Kristen Kemenag RI.
Dari unsur tokoh agama akan hadir Mgr. Agustinus Agus Uskup Agung Pontianak, dan Tjhai Cui Mie, SE.M mantan Walikota Singkawang – Tokoh Toleransi Indonesia.
Juga ada Dialog Kebangsaan. Dari dialog ini diharapkan Indonesia telah siap menuju Indonesia Emas Tahun 2045 yang kala itu Indonesia akan berusia 100 tahun.
Konferdal juga fokus pada masalah Krisis Keesaan. Di tengah upaya untuk “menjadi satu”, gerakan oikoumene dihadapkan pada tantangan-tantangan yang muncul dari dalam dan dari luar kekristenan. Para narasumber akan memberikan data berdasarkan ruang lingkup latar belakang Pemerintah, dan lembaga-lembaga oikomenis Kristen.
Hubungan Antar Iman juga menjadi perhatian Konfedal ini. Indonesia mempunyai keunikan karena kebinekaan yang menjadi kekuatan bangsa. Pada saat yang sama kebhinekaan yang ‘terberikan’ itu sering diganggu dengan gerakan-gerakan yang intoleran, radikalisme, dlsb. Disini akan mengangkat keunikan Indonesia dan upaya-upaya yang dilakukan dan perlu diperjuangkan ke depan baik di kalangan elit agama maupun bagi warga jemaat.
Konferdal juga peduli pada soal Krisis Kemanusiaan berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dialami oleh Pekerja Migran Indonesia. Tahun 2020-2023 TPPO pada PMI mengalami peningkatan, tercatat ada 1800 kasus. Oleh karena itu, persoalan ini perlu menjadi perhatian khusus sebab ini menjadi perhatian gereja.
Dan tak kalah pentingnya di Konferdal ini akan membahas soal Gereja Menghadapi Pemilu tahun 2024. Tentunya dalam bahasan ini dibicarakan bagaimana peran ‘politik-moral-gereja’ termasuk pendidikan politik yang perlu dilakukan. Tujuannya adalah bukan untuk membawa gereja pada dunia politik praktis sebagaimana dipahami oleh kalangan umum, tetapi untuk
membawa sikap-sikap kritis dan konstruktif bagi peran gereja mencerdaskan kehidupan bangsa melalui kehadiran warga gereja.
Soal Krisis Lingkungan Hidup tak luput dari perhatian Konferdal. Krisis Lingkungan Hidup saat ini dapat dilihat dari dampak dari perubahan iklim pada akhir abad ke-21 lebih berada khusus di wilayah Pasifik dan Samudera Hindia, termasuk Indonesia. Dampak tersebut antara lain: peningkatan kenaikan permukaaan laut, ketersediaan air dengan kekeringan ekstrim, perubahan dalam distribusi produksi pangan, efek negatif pada kesehatan manusia, kerugian
ekonomi bagi negara-negara miskin dan masalah sosial lainnya.
Materi lainnya yang juga masuk dalam bahasan Konferdal adalah soal Krisis Ketahanan Pangan. Sebagaimana diketahui, dunia sedang dalam krisis, salah satunya karena pandemi Covid-19 dan perubahan iklim, yang mengakibatkan adanya keterancaman ketersedianan pangan. /fsp