JAKARTA, Arcus GPIB – Perubahan memang sudah dan sedang terjadi sehingga diperlukan kemauan (antusiasme) untuk dapat menanggapi setiap perubahan secara baik.
Penegasan tersebut disampaikan Ketua Mupel Banten, Pdt. Alexius Letlora, D.Th dalam Sidang Tahunan Musyawarah Pelayanan (Mupel) Banten secara hybrid dari GPIB Yudea Banten Sabtu (19/3).
Menurut Pdt. Letlora, budaya digital sebagai realitas yang tidak bisa diabaikan menjadi semakin pesat perkembangannya bersamaan dengan pandemi covid-19. Budaya digital yang merupakan pola hidup dengan rutinitas yang berlangsung semakin menyuburkan partisipasi warga jemaat, memperbaiki kehidupan dan pemanfaatan.
“Dalam konteks Gereja maka budaya digital membutuhkan gerak literasi yang bijak dan positif sehingga kemampuan beradaptasi dan mempertahankan nilai-nilai panggilan dan pengutusan menjadi semakin bermakna,” tutur Pdt. Letlora yang juga KMJ GPIB Filadelfia Bintaro ini.
Mengenai kepemimpinan gereja, Pdt. Letlora menekankan soal kepemimpinan dalam panggilan dan pengutusan yang selalu hadir dengan antusias yang mengakar pada kesediaan untuk terlupakan. ‘A man who wants to lead the orchestra must turn his back on the crowd’ Max Lucado.
Kepemimpinan demikian, katanya, adalah kepemimpinan yang tidak mengedepankan popularitas sebab kesediaan untuk semakin kecil di hadapan-Nya merupakan esensi dari kepemiminan Kristen (Yoh. 3: 30).
Kepemimpinan yang menggerakkan keberagaman bukanlah kepemimpinan yang didasarkan pada pendekatan otoritarian tetapi kepemimpinan yang kuat dengan sikap kontemplatif. Kepemimpinan yang mampu untuk menyenangkan semua pihak sebab kepemimpinan dengan pendekatan people pleasure adalah kepemimpinan yang merusak.
Gereja, katanya, membutuhkan model kepemimpinan yang hadir dalam kebersamaan tanpa hanyut oleh ketidakbenaran, kepemimpinan yang juga turut mengalami pertumbuhan. Gereja dengan kepemimpinan yang demkian adalah gereja yang selalu menukik pada realitas dan tidak terjebak dengan berbagai slogan yang nampak berkilau namun sementara.
Sebab itu perlu dipahami bahwa dalam konteks gereja, kepemimpinan yang diwujudkan adalah untuk memperlengkapi sesama. Tindakan melengkapi hanya terwujud dalam semangat yang tidak dibelenggu oleh kewajiban atau kebutuhan tetapi kasih.
“Inilah kepemimpinan yang misioner yang perlu menjadi perhatian Program Kerja dan Anggaran 2022-2023 karena mengusung tema kepemimpinan misioner yang sekaligus visioner,” imbuhnya. /fsp