JAKARTA, Arcus GPIB – Biro Litbang PGI bersama Interfidei menggelar peluncuran sekaligus bedah buku Demokrasi Indonesia: Persimpangan Antara Pluralisme Agama dan Politik Negara, di Grha Oikoumene, Jakarta, pada Senin (9/10/2023).
Buku karya Pendeta Victor Rembeth ini, mengulas gagasan dan aksi almarhum Th. Sumartana, seorang seorang teolog Protestan dan aktivis, dalam isu antariman (agama) dan demokrasi, sebagai sumbangan yang signifikan dalam proses pembangunan nasional Indonesia.
Bedah buku menjadi acara menarik dalam kesempatan itu yang dipandu Pendeta Margie Ririhena – De Wanna, D.Th. Sejumlah penanggap dihadirkan dalam sesi ini, seperti Sekum PP. Muhammadiyah Prof. Dr. Abdul Mu’ti, Sekum BPN Peruati Pdt. Obertina M. Johanis, Kepala KSDK BRIN Prof. Dr. M. Alie Humaedi, dan Ketua Komisi Antar Agama PGI Pdt. Dr. Martin L. Sinaga.
Buku yang sangat penting untuk dibaca tidak hanya oleh gereja, tetapi juga lintas iman meminta Pendeta Margie untuk membuatkan resensinya.
“Saya juga diminta membuat resensi bukunya tapi saya minta maaf belum sempat, kuatir menjanjikan tetapi tercecer,” kata Margie kepada Frans S. Pong dari Arcus GPIB.
Pada kesempatan itu, seperti dilansir laman PGI, Abdul Mu’ti mengungkapkan, buku tersebut sangat menarik karena memuat berbagai pemikiran luar biasa dari Sumartana. Sebab itu diharapkan akan ada edisi kedua, dengan kajian mendalam, terlebih dalam tahun politik yang sangat menentukan Indonesia untuk 5 tahun mendatang.
Menurut Sekjen PP Muhammadiyah ini, apabila umat menghilangkan rasa superioritas agamanya, dan kemudian membangun kultur demokrasi yang sehat, maka negara akan berdaulat sehingga kerukunan akan sangat dimungkinkan. Tidak hanya saling hormat tapi dapat bekerjasama dalam ketulusan.
Obertina Juhanis melihat buku ini masih sangat relevan dan penting untuk konteks Indonesia yang beragam. Buku ini juga sangat penting untuk dibaca tidak hanya oleh gereja, tetapi juga lintas iman. “Sebab itu, masukan saya, semoga ada julid 2 dari buku ini yang lebih praktis dan bisa dipakai oleh anak muda karena begitu pentingnya gerakan lintas iman,” katanya.
Dia pun mengaku sangat tertarik dengan pemikiran Th. Sumartana yang memasukkan icon Kartini dalam dialog antar agama. “Menurut saya ini sangat luar biasa, karena dialog sering menjadi ruangnya pria, sehingga perempuan, juga anak muda, tidak mendapat tempat, dan akhirnya membuat ruang sendiri dalam komunitas,” tandas Obertina.
Alie Humaedi menyoroti titik tertentu Kiai Sadrach, dan sosok ini juga menjadi inspirasi utama dari pemikiran Th. Sumartana terkait pluralisme. Th. Sumartana hanya melihat sisi perdebatan antara Kiai Sadrach sebagai pengabar pribumi dengan kelompok zending sebagai perwakilan kolonial, di mana dia menyimpulkan bahwa “Kristen seharusnya bersifat terbuka terhadap pemikiran dan praktik entitas budayanya.
“Buku yang sangat luar biasa ini menjadi pengingat kita akan pemikiran Th. Sumartana, dan membawa kita untuk harus bersama-sama membangun politik negara demokrasi yang lebih beradab, yaitu menjadikannya sebagai saluran politik secara elektoral tetapi berbasiskan pada visi dan misi pembangunan dan kesejahetraan masyarakat yang bagus dan terimplementasikan dengan baik,” kata Alie Humaedi. /fsp