SALATIGA, Arcus GPIB – Gereja hadir ditengah-tengah masyarakat harus memberi dampak. Lalu apa yang mesti dilakukan gereja agar kehadirannya semakin diterima dan menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya?
Di sisi lain gereja dalam berpelayanan masih eksklusif jauh dari inklusif, Gereja masih sibuk dengan dirinya sendiri dan kurang terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan termasuk diranah politik.

Gladi bersih PST Salatiga berharap meminimalisir kesalahan ataupun hambatan.

Rangkaian acara panggung menarik semarakkan event PST 2025 di Salatiga.
Terhadap hal itu, Dance Ishak Palit, M.Si, Ketua DPRD Kota Salatiga dan juga Penasihat Panitia PST Salatiga menjawab tuntas pertanyaan Frans S. Pong, Pelaksana Redaksi ArcusGPIB.com disela-sela persiapan pelaksanaan Persidangan Sinode Tahunan (PST) di Salatiga yang akan digelar 12 – 15 Maret 2025.
Sejauh mana kesiapan PST Salatiga ini?
“Saya juga menjadi bagian dari anggota jemaat GPIB. Saya di GPIB Taman Sari, otomatis ini menjadi tanggung jawab saya. Untung ada UKSW dari sisi sarana prasarana cukup memadai, kemudian supporting yang lain kalau perhotelan dan akomodasi itu cukup.
Salatiga ini ’kan kota kecil, jadi untuk aksesibilitas dari hotel kesini gampang. Jadi sejak awal itu memang komitmen awal GPIB di Salatiga sebagai tuan rumah secara keseluruhan dan pemerintah kota kita rangkul. Jadi ini menjadi event Kota bukan hanya event gereja. Karena itu, nanti ada Gala Dinner sebagai bagian dari penyambutan kota di Kantor DPRD.
Peran gereja ditengah masyarakat, idealnya seperti apa?
Gereja itu lebih banyak kita artikan sebagai organisasi gereja. Itu yang jadi soal, sehingga sekarang organisasi gereja yang ada macam-macam, dari mazab juga macam-macam, ada gereja yang hanya menitikberatkan pada ritual keagamaan, ada yang hadir dengan aktivitas sosialnya. Jadi itu, kalau saya lihat memang gereja seakan-akan hanya memancing ikan di kolamnya sendiri, aktivitas masih belum terlalu dirasakan.
Solusinya menurut anda, gereja harus bagaimana?
Tanggung jawab sosial gereja menurut saya itu lebih diartikan pada internal. Makna pengutusan gereja terbatas pada internal. Perlu kolaborasi dengan pihak-pihak lain diluar kita Jadi, akhirnya kita bermuka dua.
Kenapa bisa begitu?
Kalau saya lihat itu karena doktrin. Contoh saya dibidang politik. Bagaimana hubungan gereja dan politik, itu kadang-kadang terpisahkan. Padahal harusnya kita menjadi bagian dari politik, mengarahkan dan terlibat, bukan terlibat secara pragmatis tapi secara strategis sehingga kita bisa mengarahkan. Saya anggota jemaat GPIB sudah diberikan modal spiritual, begini kalau berpolitik, harusnya itu, jadi konsep gereja dan politik itu harus clear.
Konkritnya seperti apa?
Kalau saya, politik itu bagian dari pelayanan gereja. Bukan seakan-akan gereja itu sendiri, politik itu sendiri. Ini surgawi dan ini duniawi. Itu kadang-kadang begitu.
Jangan lupa kewenangan politik berhubungan dengan kewenangan untuk kesejahteraan masyarakat sama persis dengan tujuan bergereja. Jadi saya sendiri melaksanakan tugas saya secara politik, itu saya harus akui itu menjadi tugas saya sebagai gereja. ***