JAKARTA, Arcus GPIB – Ada yang baru neh dari Kementerian Tenaga Kerja. Belum lama berselang Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah meluncurkan aturan main soal pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua ini ditegaskan bahwa pencairan dana baru bisa dilakukan saat peserta BPJS berusia 56 tahun. Waduh….
Aturan tersebut menimbulkan kegaduhan. Persoalan ini menjadi perhatian Advocat, Human Capital & Legal Robynson Letunaung Wekes, S.H., M.M., MBA. Dalam acara Program Melek Hukum (PROLEKUM) saat diwawancarai Arthur Teesen dari RPK FM, Selasa (15/2) ia secara detil mengulas persoalan itu.
“Kalau secara utuh dalam Permenaker No. 2 Tahun 2022 ini Jaminan Hari Tua diberikan agar peserta menerima uang tunai jika mamasuki masa pensiun, mengalami cacat tetap, atau meninggal dunia, juga kepada peserta yang berhenti bekerja, mengundurkan diri, dan peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan telah mencapai usia 56 tahun,” tandas pria yang akrab disapa Robby Wekes ini.
Menurutnya, jika saja seseorang bekerja lalu PHK dan bekerja kembali, JHT tetap ada. Itu yang dinamakan Nilai Pengembangan adanya akumulasi dan juga mendapatkan uang tunai dan akses pasar kerja termasuk mendapatkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
“Seharusnya ada sosialiasi sebelum semua ini diundangkan. Supaya pihak terkait dengan aturan ini bisa memahami lebih dahulu sehingga apa yang manjadi dampak sudah bisa diminimalisasi. Kelihatannya memang belum tersosialisasi dengan baik,” tandas Robby Wekes yang juga Ketua V Majelis Sinode GPIB ini
Lanjut disampaikan, dalam Pasal 4 disebutkan bahwa manfaat JHT bagi peserta yang mencapai usia pensiun itu juga termasuk peserta yang berhenti bekerja. Dengan aturan baru itu, bagi pekerja yang di PHK atau mengundurkan diri, baru bisa mengambil dana Jaminan Hari Tuanya saat usia pensiun.
Sementara Peraturan Menteri Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat Jaminan Hari Tua menyebutkan pekerja terkena PHK atau mengundurkan diri atau habis masa kontraknya bisa mencairkan JHT setelah 1 bulan resmi tidak bekerja.
Acara yang berlangsung interaktif tersebut mendapatkan telepon dari seorang bernama Maruli yang menyatakan ketidasetujuannya terhadap Permenaker tersebut.
“Permenaker tersebut bisa digugurkan. Negara kita masih banyak orang-orang yang membutuhkan uang walaupun kecil untuk kebutuhan sehari-hari. Minta tolong ini ditunda dan tolong diklarifikasi,” kata Maruli mengaku bekerja disebuah perusahaan.
Menurutnya, adanya peraturan ini mengharuskan pihaknaya untuk membicarakannya kepada pihak yang menerbitkan aturan ini termasuk menyampaikannya kepada segenap karyawan. Ia mengatakan, tidak pernah diberitahu apa-apa soal Pemenaker tersebut.
Yang pasti, munculnya aturan ini menimbulkan pro kontra. Di kalangan pemberi kerja menyatakan tidak setuju bahkan meminta aturan main itu ditunda atau dibatalkan. Dan dari kalangan pekerja juga menyatakan ketidasetujuan dengan Permenaker No. 2 Tahun 2022 itu.
Pasalnya, peraturan ini dianggap tidak memihak pekerja, misalnya, kalau buruh berhenti bekerja di usia 40 tahun, baru bisa mendapatkan pencairan dana JHT 16 tahun kemudian setelah mencapai umur 56 tahun. /fsp