JAKARTA, Arcus GPIB – Gereja yang bertumbuh dan berbuah itu adalah gereja yang matang secara spiritual. Mereka tekun berdoa, membaca Alkitab, memahami maknanya dan menghidupinya hari demi hari.
Gereja yang bertumbuh dan berbuah adalah persekutuan yang mencari jalan agar semua kelompok usia dapat terjangkau oleh pemberitaan Injil dan diasuh dalam kerohanian yang baik.
Penegasan itu disampaikan Ketua Umum Sinode GMIT Pdt. Dr. Mery L.Y. Kolimon dalam laman gereja tersebut. Gereja yang bertumbuh itu bertambah juga secara jumlah. Kesaksian mereka dipercaya, orang mengalami kasih Tuhan melalui hidup mereka dan tertarik bersekutu bersama mereka dalam iman, harapan, dan kasih.
Gereja yang hidup, bertumbuh, dan berbuah adalah gereja yang anggota-anggotanya tidak tergantung alkohol, seks bebas, judi; juga tidak melakukan kekerasan pada sesama dan merusak alam. Gereja yang makin matang dalam usia mengasuh jemaat-jemaat mengenali apa yang lebih utama dalam hidup.
“Gereja yang hidup, bertumbuh, dan berbuah itu adalah gereja yang anggotanya peduli satu terhadap yang lain. Di gereja kita belajar untuk melepaskan keegoisan kita. Di gereja kita dipanggil menjadi saudara satu bagi yang lain, apapun latar belakang kita. Di gereja kita belajar memahami orang lain, saling mendahulukan kepentingan bersama,” tutur Pdt Merry.
Menurutnya, kalau ada yang masih mau ngotot dengan pendapat dan pandangan pribadi, mau menang sendiri, merasa benar sendiri, dia perlu belajar lagi hakikat bergereja. Gereja adalah persekutuan orang percaya, di mana tiap-tiap orang entah tua atau muda, kecil atau besar, kaya atau miskin, berpendidikan tinggi atau rendah, memiliki nilai yang sama sebagai keluarga Allah.
Gereja yang hidup, bertumbuh, dan berbuah itu juga menjadi berkat bagi sekeliling mereka. Gereja itu tidak hidup untuk dirinya sendiri dan mengusahakan kebaikan persekutuannya sendiri, melainkan berkomitmen menghasilkan juga buah-buah kebaikan bagi dunia di sekelilingnya.
Gereja yang hidup itu berbagi kabar baik kepada sesama dan seluruh ciptaan kata dan perbuatan. Pemberitaan itu berlangsung di mimbar-mimbar gereja, dalam ibadah-ibadah secara tatap muka maupun online. Kemajuan teknologi informasi telah memungkinkan pemberitaan melampaui tembok-tembok gereja.
Gereja yang hidup, bertumbuh, dan berbuah itu mau terus menerus belajar: memahami perubahan dunia dan mengartikulasikan pemberitaan kasih Allah dalam perubahan dunia itu.
“Gereja yang hidup, bertumbuh dan berbuah itu juga siap berdialog dengan denomonasi dan agama-agama lain. Dialog merupakan ruang untuk bersaksi tentang kasih Allah yang kita alami dalam perssekutuan kita, sekaligus ruang belajar mengenai rahmat Allah dalam pengalaman orang lain sebab Allah dan karyaNya tak bisa dibatasi hanya dalam gereja kita,” tandas Pdt. Mery.
Gereja yang hidup, bertumbuh, dan menghasilkan buah itu aktif dalam pembangunan bangsa yang adil dan makmur. Mereka giat membangun kesejahteraan bangsanya, bahu membahu dengan semua warga bangsa yang lain.
Gereja yang hidup terlibat aktif dalam upaya penanggulangan bencana, mendampingi jemaat yang terdampak pandemi dan Seroja, berbagi iman, kasih, dan harapan.
Gereja yang hidup, bertumbuh dan berbuah tidak hanya mau menerima bantuan, tetapi juga aktif mengorganisir dukungan kemanusiaan. Mereka tidak hanya sibuk membangun tembok-tembok gedung dan berpuas dengan administrasi gereja yang rapi. Gereja yang bertumbuh adalah gereja yang berbagi kebaikan. /fsp