JAKARTA, Arcus GPIB – Terus menimba pengetahuan, sebanyak 30 Pendeta-pendeta GPIB yang tergabung dalam peserta Pendidikan Oikoumene Keindonesiaan (POK) GPIB melakukan audiensi ke Kantor Kementerian Agama RI di Jalan M.H Thamrin Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Di Kantor Kemenag di Jalan Thamrin Jakarta itu, Tim POK yang dipimpin oleh Ketua II MS GPIB Pendeta Manuel E. Raintung S.Si, MM diterima oleh Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Sekretariat Jenderal Kementerian Agama, Dr. H. Wawan Djunaedi, M.A. Pada hari yang sama, usai dari Kemenag Thamrin, peserta POK melakukan kunjungan ke Masjid Istiqlal Jakarta dan diterima oleh Imam Masjid setempat Dr. Ismael Cawidu, Kabid Riayah yang membidangi Pemeliharaan Gedung.
Banyak hal yang disampaikan Wawan Djunaedi dan Ismael Cawidu saat berbicara dihadapan 30 pendeta GPIB dari berbagai jemaat GPIB yang mengikuti POK yang diselenggarakan oleh Departemen Germasa GPIB dari tanggal 20 s/d 25 November 2023.
Soal pendirian rumah ibadah, Wawan meminta umat beragama kaitannya dengan pembangunan rumah ibadah perlu rasional. Ia mencontohkan, tidak perlu lagi membangun masjid kalau sudah ada masjid disekitaran yang berdekatan. “Pentingnya beragama secara rasional,” tutur Wawan.
Itulah pentingnya moderasi beragama memberikan pandangan cara beragama secara rasional sehingga bisa menganalisis mana yang betul-betul ajaran mana yang hanya tafsir.
Kenapa masih banyak konflik soal rumah ibadah? Menurut Wawan, di satu sisi masyarakat sangat semangat untuk beribadah sangat tinggi sehingga mendirikan rumah ibadah itu dianggap sebagai hak. Tapi disisi lain lupa bahwasanya ekspresi keagamaan itu bisa diatur.
“Secara rasional kebebasan beragama itu dibagi menjadi dua forum internum dan forum eksternum. Di forum internum ini negara tidak bisa masuk dalam kondisi apapun, makanya sampai hari ini saya masih mengadvokasi teman-teman Yehova di Bogor yang mau mendirikan Balai Kerajaan tapi tidak disepakati oleh Pendeta-pendeta. Sementara di Jakarta sudah bisa,” tutur Wawan.
Sama dengan di Islam ada Ahmadiayah, ini Internum. Maka negara tidak bisa melarang. Menurut Wawan, pelarangan melanggar hak azasi manusia. Negara hanya bisa mengatur ekspresi keagamaan, forum eksternun. Ini yang bisa diatur oleh negara.
Pendirian rumah ibadah adalah bagian dari ekspresi beribadah. Karena pendirian rumah ibadah itu juga beririsan dengan ruang publik, masyarakat secara banyak.
“Kadang-kadang agama apapun ribetnya disini. Contoh kalau di Islam itu Wahabbi mengkafir-kafirkan orang NU. Dilarang saja Wahabbi itu. Tidak bisa negara melarang Wahabbi,” tandas Wawan. Sama dengan negara tidak bisa melarang Yehova karena itu bagian dari beragama dan berkeyakinan. Itu hak konstitusional warga Negara.
Data penelitian, kata Wawan, penolakan rumah ibadah kelompok minoritas terjadi karena perbedaan tradisi keagamaan. Untuk agama Kristen, kata Wawan, perlunya memberi edukasi kepada masyarakat bahwa denominasi satu dengan lain berbeda. Jadi, tidak bisa dipertanyakan: Kenapa bangun gereja disitu, kan sudah ada gereja?
Ke Masjid Istiqlal
Usai melakukan audiensi di Kemenag Thamrin, tim POK bergerak ke Masjid Istiqlal Jakarta diterima Kebid Dr. Ismail Cawidu yang banyak menceritakan perihal sejarah pendirian Masjid Istiqlal yang diarsiteki oleh Friedrich Silaban.
Di Masjid terbesar di Asia Tenggara ini, Tim POK Pendeta Manuel Raintung dan Ketua Departemen Germasa Penatua Alex Madalika dan 30 Pendeta dan Tim Kerja antusias mendengarkan paparan yang disampaikan Ismail.
Di masjid ini, kata Ismael, mempekerjakan sebanyak 500 karyawan dan Satpam sebanyak 70 orang. Disampaikan bahwa masjid ini juga peduli linkungan dengan mengaktifkan sistem pengelolaan limbah air, dan dalam rangka hemat listrik, Istiqlal juga memanfaatkan panel surya.
Usai mendengarkan paparan sejarah masjid Istiqlal peserta POK diperkenkan Melihat-lihat lebih dekat lagi ruang-ruang yang ada di masjid Istiqlal sembari mengelilingi area masjid yang sangat luas yang berdekaktan dengan gereja Katedral Jakarta.
Tak membiarkan sisi-sisi indah masjid, peserta menikmati keindahan dengan foto-foto selfie dan foto bersama baik di ruang utama masjid hingga Ke halaman masjid bahkan menyempatkan diri melihat beduk raksasa dan ikut menabuh seperti yang dilakukan Pendeta Manuel Raintung dan Pendeta Melkianus Nguru.
Sumber Detikcom menyebutkan, ide pendirian masjid Istiqlal pertama kali dicetuskan oleh Menteri Agama RI pertama, KH. Wahid Hasyim dan beberapa ulama saat itu. Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, tercetus cita-cita untuk membangun sebuah masjid yang mampu menjadi simbol bagi Indonesia.
Pada tahun 1953, KH. Wahid Hasyim bersama H. Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto dan Ir. Sofwan dan dibantu sekitar 200 tokoh Islam pimpinan KH. Taufiqorrahman mengusulkan untuk mendirikan sebuah yayasan.
Kemudian pada tanggal 7 Desember 1954 didirikanlah yayasan Masjid Istiqlal yang diketuai oleh H. Tjokroaminoto untuk mewujudkan ide pembangunan masjid nasional tersebut.
Selanjutnya, H. Tjokroaminoto menyampaikan rencana pembangunan masjid pada presiden Ir. Soekarno. Usulan tersebut mendapatkan sambutan hangat dan akan mendapat bantuan sepenuhnya dari Presiden RI pertama itu.
Saat itu, Ir. Soekarno juga sekaligus diangkat menjadi kepala bagian teknik pembangunan Masjid Istiqlal dan ketua dewan juri untuk menilai sayembara maket Istiqlal.
Dikutip dari detikcom, sumber lain menyebutkan, ide pembangunan sebuah masjid besar di ibukota sudah muncul bahkan sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dibacakan.
Bung Karno menyebut suatu waktu di tahun 1944 sejumlah ulama dan pemimpin Islam menemuinya di Pegangsaan Timur 56 yang saat itu merupakan rumah kediamannya. Ulama-ulama tersebut mengajaknya mendirikan sebuah masjid besar di Jakarta.
Para ulama memberi jaminan pada Bung Karno bahwa mereka bisa mengumpulkan biaya pembangunan. Mereka bahkan menyebut sudah ada dana awal sebesar 500 ribu.
Selain itu sudah banyak calon donatur yang menyatakan komitmen untuk memberi sumbangan dalam bentuk kayu, genteng, kapur, dan bahan-bahan bangunan lainnya.
Masjid Istiqlal akan semakin punya sensasi kepedulian terhadap kerukunan beragama dengan dibangunnya terowongan yang tembus ke gereja Katedral.
Menurut Kabid Istiqlal Ismail Cawidu, kebaikan Istiqlal dan Katolik selalu terjalin baik. Saat sholat Jumat kendaraan umat Islam bisa parkir di Gereja Katolik di Katedral dan sebaliknya saat ibadah minggu kendaraan warga Katolik bisa parkir di Istiqlal. /fsp