JAKARTA, Arcus GPIB – Diberbagai tempat merayakan Jumat Agung, Jumat (29/03/2024). Hari dimana umat kristiani mengenang saat-saat dimana Yesus menjalani penyiksaan, disalibkan, dihina dan dicacimaki untuk mendamaikan manusia yang rapuh dengan Allah.
Keuskupan Agung Jakarta juga melaksanakan ibadah dengan menyediakan sebanyak 2.700 kursi untuk jemaat melakukan misa Jumat Agung di Gereja Katedral Jakarta, gereja yang berdampingan dengan masjid Istiqlal.
GPIB Immanuel Jakarta
Sementara di GPIB, di Gereja Immanuel Jakarta, gereja yang menjadi icon GPIB dilaksanakan ibadah Jumat Agung yang dilayani Pendeta Abraham Ruben Persang, M.Th, Ketua Mejelis Jemaat (KMJ) GPIB Immanuel Jakarta.
Gereja yang berada di Jalan Medan Merdeka Timur 10 Jakarta tersebut Jumat pagi (29/03/2024) dipenuhi warga jemaat yang mengingatrayakan kematian sang Juru Selamat, Yesus Kristus. Pendeta Persang mengatakan bahwa penderitaan yang dialami Yesus mulai dari penyiksaan hingga kematian-Nya dosa manusia.

Perjamuan Kudus di Ibadah Jumat Agung, Di GPIB Immanuel Jakarta.
”Dari Taman Getsemani Yesus mengalami penyiksaan, pemukulan, penganiayaan sampai dengan Golgota. Para pakar biblika mengatakan kurang lebih 12 jam tidak henti mulai dari taman Getsemani,” tutur Pendeta Persang.
Dalam khotbahnya, Pendeta Persang menyebutkan bahwa manusia pada dasarnya sangat rapuh terhadap dosa dan untuk itulah Yesus datang dan mati atas ketidakberdayaan manusia terhadap dosa.
”Hidup kita yang rapuh jangan pernah lupa. Tapi dalam kerapuhan itu kita mendapatkan kasih Allah yang teguh dan utuh,” kata Pendeta Persang seraya mengajak warga jemaat untuk terus menghayati arti kematian Yesus.
”Yang mau kita hayati adalah setiap tetesan dari anggur itu, adalah simbol dari darah Kristus. Jadi ketika kita menerima roti dan anggur maka kita mau syukuri hari ini kita diberi kesempatan untuk menerima sakramen materai iman, lewat roti dan angggur,” imbuhnya.
Bajem PTH, Zebaoth Bogor
Ibadah Jumat Agung yang dilaksanakan di GPIB Zebaoth Bogor, di Bakal Jemaat (Bajem) Pura Tajur Halang berlangsung khusuk. Ibadah yang dirangkai dengan Perjamuan Kudus yang dilayani Pendeta Sian Lumentut mengajak warga jemaat untuk terus setia sebagaimana Yesus Kristus setia sampai mati di kayu salib.

Pdt. Sian Lumentut saat melayani di Bajem PTH, GPIB Zebaoth Bogor.

Sukacita PKB Bajem PTH, usai ibadah Jumat Agung.
”Seperti Yesus taat, dihina, dipukuli. Untuk apa? Dia taat sampai mati. Yesus mengatakan kalau setia sampai mati akan selamat. Penyaliban Yesus adalah Nubuatan,” kata Pendeta Sian dihadapan warga jemaat yang hadir yang mempir mencapai 200 orang itu.
Dikatakan, Yesus dihina diperlakukan seperti bukan manusia, adalah fakta yang ada di lapangan. Ketaatan Yesus harus menjadi tauladan bagi orang percaya ditengah derasnya penolakan akan kematian Yesus yang menyebutkan Yesus tidak mati tetapi langsung terangkat ke surga.
”Penolakan akan Yesus, betapa manusia mau membelokkan berita yang sebenarnya. itulah sebabnya tidak ada alasan lain kecuali mentaatinya,” tutur Pendeta Sian.
GPIB Ora et Labora Serpong
Dari GPIB Ora et Labora Serpong, Pendeta Maria Banjarnahor – Bimbangnaung mengatakan bahwa kematian Yesus Kristus yang dirayakan setiap ibadah Jumat Agung mengingatkan bahwa kematian-Nya adalah untuk pendamaian Allah dengan manusia.
”Hari Jumat Agung, kita memperingati sebuah peristiwa besar kematian Yesus Kristus,” kata Pendeta Maria, seperti disiarkan youtube Hesed Entertainment mengangkat tema: ”Kematian yang Memperdamaikan mengurai Firman Tuhan dari Injil Markus 15; 33-39.

Pdt. Maria Banjarnahor – Bimbangnaung, KMJ Ora et Labora Serpong.
KMJ GPIB Ora et Labora ini mengakatakan, kematian Yesus Kristus merupakan peristiwa penting iman orang percaya. Kematian-Nya melalui hukuman salib adalah kematian yang berlangsung secara lambat dan menyiksa. Yesus disalibkan sejak jam 09.00 pagi setelah tiga jam berlalu setelah Yesus menahan cacian dan makian dari orang-orang disekitar-Nya.
”Betapa beratnya kematian Yesus seluruh alam seperti berduka, atas kematian sang putra Allah. Tugas kita sebagai orang-orang yang sudah menerima kematian dan kebangkitan Kristus adalah terus menghidupi cinta kasih-Nya dan terus mempercayai bahwa sudah tidak ada lagi tabir-tabir pemisah dalam kehidupan ciptaan-Nya,” imbuh Pendeta Maria.
Ia berpesan agar jangan ada lagi tabir-tabir pemisah dalam kehidupan tapi mau untuk saling peduli dan membatu sesama dan seluruh ciptaan Tuhan.
“Tidak hidup eksklusif, menutup mata pada realitas kehidupan disekitar kita dan berpikir bahwa Allah hanya berkarya dalam kehidupan persekutuan kita dan mengerahkan daya dan dana hanya untuk keperluan internal tanpa mengingat tugas kita untuk berkarya ditengah-tengah dunia,” tandas Pendeta Maria.
Dikatakan, jika tabir tersebut masih terpasang dalam persekutuan, haaruslah ditiadakan dan merobeknya. Allah hadir di dunia menunjukkan solidaritas dengan menjadi rapuh seperti manusia merasakan penderitaan dan kematian diatas kayu salib untuk menujukkan karya kasih-Nya bagi seluruh ciptaan. /fsp/Foto: Oemboe