JAKARTA, Arcus GPIB – Diskusi Hukum yang digelar Yayasan Hukum Apollos GPIB bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Sabtu 22 Februari 2025 memberi banyak masukan berarti bagi personel Bantuan Hukum dan Paralegal khususnya.
Narasumber Dr. Herbin Marulak Siahaan, S.H,. M.H dalam webinar mengatakan, keterlibatan gereja dalam bantuan hukum merupakan kegiatan yang sangat strategis.

Diskusi menjadi sangat menarik dalam webinar hukum Yahum GPIB dan UKSW.

Peserta tekun mengikuti sesi yang menghadirkan Pakar-Pakar Hukum
“Jika kita lihat dalam sejarah gereja ini telah dilakukan lama sekali. Kalau flashback gereja memiliki peranan penting dalam memperjuangkan hak-hak hukum di masyarakat yang terpinggirkan,” kata Herbin.
Advokat yang pernah bergabung sebagai Pengacara di Kantor Pengacara Adnan Buyung Nasution ini, mencontohkan sosok Marthin Luther Junior, Desmon Tutu, pemimpin gereja terkemuka yang memainkan peranan penting dalam membela hak-hak rakyat di Amerika dan Afrika Selatan.
”Akses terhadap keadilan merupakan hak asasi manusia, setiap orang memiliki kesempatan untuk keadilan,” kata Herbin lulus Fakultas Hukum UKSW 1992 menyebutkan adanya hambatan umum dalam mengakses keadilan antara lain biaya hukum yang tinggi, biaya pengadilan, dan biaya saksi ahli dapat menjadi beban keuangan yang signifikan bagi individu, keluarga dan kelompok yang ingin mengakses keadilan.
Lanjut kata Herbin, yang pernah meraih sebagai dosen terfavorit di UKSW, hambatan lainnya dalam mengakses keadilan adalah ketidaksetaraan gender. Perempuan dan anak menghadapi tantangan unik dalam mengakses keadilan, termasuk diskriminasi dalam hukum keluarga, dan berbagai bentuk kekerasan.
Untuk kasus-kasus tanah, Pakar Hukum Dr. Nimerodi Gulo, S.H., M.H dalam kesempatan itu mengatakan, sebaiknya dalam pembekalan Paralegal melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) karena banyak hal teknis yang secara prosedural tidak dipahami.
Kalau soal tanah-tanah gereja, gereja harus punya bukti kepemilikan. Gereja, kata Nimerodi, bisa punya hak memiliki.
Menyangkut birokrasi di pemerintahan, Nimerodi mengkritisi gaya birokrasi yang berpanjang-panjang dalam penyelesaian kasus-kasus pertanahan.
”Pemerintah memang suka yang panjang-panjang. Kita suka yang pendek-pendek. Gayanya pemerintah suka yang panjang-panjang. Kalau pendek kenapa tidak diperpanjang. Tetapi kesukaan mereka yang berpanjang-panjang bisa dipendekkan kalau ada yang paham hukum,” ujarnya.
Kalau satu lahan yang akan diurus untu gereja, kata Nimerodi, syaratnya gereja harus punya Badan Hukum dan diurus di BPN agar menjadi Badan Hukum yang diberi hak untuk mendapatkan Hak Milik.
Sesi tanya jawab menjadi sesi yang menarik dalam webinar ini. Henry peserta dari Medan berharap dalam penyelesaian berbagai hal di GPIB menyarankan agar gereja memiliki Lembaga Bantuan Hukum secara online via website sebagai sarana konsultasi.
”GPIB seharusnya buka satu LBH di sebuah website yang dapat konsultasi setiap jemaat terkait ini. Saya di Medan siap membantu,” harap Henry. Menurutnya, sering kali jemaat menyampaikan uneg-uneg di Facebook tanpa ada yang menyampaikan pendapat terkait hukum.
Terhadap usulan Henry tersebut, Prastopo dari Yahum Apollos GPIB mengatakan, pihaknya sedang merancang bersama Departemen Inforkom dan Litbang kaitannya dengan penyediaan sarana digital untuk konsultasi hukum.
Narasumber Hany Kurniawan S.H.,M.H Advokat dari Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum & Advokasi Pendowo Solotigo dalam kesempatan itu mengurai soal peran Paralegal.
”Paralegal adalah setiap orang yang berasal dari komunitas, masyarakat, atau Pemberi Bantuan Hukum yang telah mengikuti pelatihan Paralegal, tidak berprofesi sebagai advokat, dan tidak secara mandiri mendampingi Penerima Bantuan Hukum di pengadilan,” kata Hany.
Untuk dapat direkrut menjadi Paralegal, harus memenuhi persyaratan yakni Warga negara Indonesia, berusia paling rendah 18 tahun, Memiliki kemampuan membaca dan menulis, Bukan anggota Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, atau Aparatur Sipil Negara, memenuhi syarat lain yang ditentukan oleh Pemberi Bantuan Hukum dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Paralegal dalam pemberian Bantuan Hukum harus memiliki kompetensi yang meliputi: Kemampuan memahami hukum dasar, Kondisi wilayah, dan Kelompok kepentingan dalam masyarakat, Kemampuan melakukan penguatan Masyarakat dalam memperjuangkan hak asasi manusia dan hak lain yang dilindungi oleh hukum, dan Keterampilan mengadvokasi masyarakat berupa pembelaan dan dukungan terhadap masyarakat. /fsp