Home / Opini

Kamis, 30 Desember 2021 - 14:33 WIB

Ketulusan dan Kejujuran Kiranya Mengawal Aku

Oleh: Wahyu Lay, GPIB Cipeucang, Jonggol

“Ketulusan dan kejujuran kiranya mengawal aku, sebab aku menanti-nantikan Engkau: (Mazmur 25:21)

Masalah ketulusan dan kejujuran rupanya begitu hakiki bagi si Pemazmur dalam ia menempuh sisa hidupnya. Dan bila kita berkaca kembali pada pengalaman bangsa kita selama dasawarsa tujuh puluhan, akan bertambah jelaslah bahwa masalah ketulusan dan kejujuran ini menjadi sangat urgen, sangat mendesak.

Karena kita melihat dan mengalami sendiri, bahwa keresahan dan kerisauan yang menimpa kita selama ini, sebagian besar disebabkan oleh merajalelanya ketidak-jujuran dan ketidaktulusan yang telah membawa begitu banyak orang terjatuh ke dalam tindak-tindak yang merugikan rakyat banyak, seperti
korupsi, pungli, penyalahgunaan kekuasaan, komersialisasi jabatan, intimidasi, pemerkosaan, perampasan  hak-hak orang lain dsb.

Teriakan keprihatinan bangsa justru tertuju agar ketulusan dan kejujuran itu kiranya kembali berfungsi di tengah tubuh bangsa dan kehidupan masyarakat kita. Kita semua tahu bahwa lawan yang paling berbahaya terdapat dalam diri kita sendiri yaitu ketidaktulusan dan ketidakjujuran. Sang Pemazmur juga menyadari sedalam-dalamnya hal ini.

Dan ia juga menyadari bahwa dengan kekuatan dan kemauan diri sendiri. Ia pasti akan selalu kalah menyerah. Ia pasti akan terjatuh dan dijerat kembali oleh jaring-jaring kusut yang mengikat kakinya. Sebab itulah ia memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Baca juga  AKHIRNYA Kebaikan Itu Selalu Menang

Hanya Tuhan sendirilah yang dalam tindak pengampunan. Penyertaan dan pemeliharaanNya dapat mengaruniakan kepada manusia ketulusan dan kejujuran yang dapat bertahan terus. Hanya Tuhan sendirilah yang membuat ketulusan dan kejujuran itu mampu teguh tegak tidak kalah menyerah dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga.

Malah ketulusan dan kejujuran itu akan menjadi kekuatan pendukung untuk melakukan perbuatan-perbuatan bajik yang membuat sesuatu masyarakat itu berkemanusiaan yang adil dan beradab. Kejujuran dan ketulusan inilah yang dipentaskan oleh kedatangan Tuhan sendiri ke dunia ini dalam diri sang bayi Yesus yang hari Natalnya baru saja kita rayakan.

Dalam diri sang bayi Yesus. Allah menjadi manusia dan memasuki pemukiman manusia ini dalam kepolosan dan kebeningan cinta yang teragung. Sebagai insan yang paling nista. Ia terkapar dalam pasrah di tempat makan hewan tanpa daya!

Ditatapnya wajah kita – wajah Anda dan wajahku – dengan kemesraan kasih yang paling tulus , sambil menantang seringai dosa tanpa benci. Dalam ketulusan dan kejujuran Ia merendahkan diri sedemikian rupa sampai akhirnya Ia tergantung tanpa dendam di kayu terkutuk di bukit Golgota.

Baca juga  Dr. John Paulus: “Usia Hanyalah Angka”

Semua itu telah Ia lakukan sepaya ketulusan dan kejujuran itu dapat hidup dan bertahan mengawal manusia. Kemungkinan untuk memiliki dan menjalani ketulusan dan kejujuran ini ditawarkan kepada semua manusia. Inilah yang dipahami oleh Rasul bila ia berucap: “Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang kaya bagi semua orang yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan”. ( Roma 10:12)

Bila kita sebagai bangsa telah sepakat bahwa hakekat Pembanguan Nasional adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan Pembangunan Seluruh Masyarakat Indonesia., yang berarti bahwa yang kita cita-citakan adanya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara kemajuan lahiriah dan bathiniah.

Kesejahteraan materiil dan spiritual tambah jelaslah bahwa ketulusan dan kejujuran itu sangat esensial dalam proses mewujudkan cita-cita luhur tersebut. Sebab itu, marilah kita tinggalkan dasawarsa tujuh puluhan dengan penuh syukur kepada Tuhan sambil membenahi diri memasuki dasawarsa delapan puluhan dengan suatu pintu.

“Kejujuran dan ketulusan kiranya mengawal aku, sebab aku menanti-nantikan Engkau”. SELAMAT TAHUN BARU 2022. ***

Share :

Baca Juga

Opini

Dr. John Paulus: “Usia Hanyalah Angka”

Opini

Belajar Dari Sejarah

Opini

Kaya, Dikagumi dan Tersohor, Pilih yang Mana?

Opini

TERANG DUNIA: Kekristenan Kita Haruslah Nampak

Opini

JALAN HIDUP KITA: Apakah Godaan dan Bahaya Itu Ada?

Opini

Emosi Merusak Persatuan, Kearifan Tidak Ada Dalam Emosional dan Meledak-ledak

Opini

“Ama Et Fac Quod Vis” Cintailah Dengan Cinta Dari Hati, Lalu ….

Opini

Sambut HUT Ke – 14 PKLU GPIB, Dr. Tommy Halauwet: “Para Lansia Jangan Dibiarkan“