Oleh: Pdt. Boydo Rajiv Hutagalung, Pendeta GPIB
BERSAMA dengan saudara-saudara lintas iman, GPIB melakukan Long March dan Aksi Damai Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (HAKTP)” pada Sabtu, 7 Desember 2024 yang lalu.
Adapun peserta kampanye ini adalah para Pendeta, Penatua, Diaken, Pengurus Komisi Germasa tingkat jemaat, maupun utusan Musyawarah Pelayanan (Mupel) yang diutus mengikuti kegiatan Pelatihan Kebinekaan dan Bina Damai (PKBD) GPIB di Yogyakarta mulai 4 – 8 Desember 2024.
Aksi ini telah digelar dua tahun berturut-turut oleh GPIB melalui Departemen Gereja, Masyarakat, dan Agama-Agama (GERMASA).
Menariknya, tahun ini GPIB berkolaborasi dengan jejaring lintas iman yang selama ini sudah menjadi mitra GPIB Marga Mulya dalam berbagai kegiatan. Beberapa mitra yang hadir adalah mewakili : Simpul Iman Community (SIM C) UIN Sunan Kalijaga, Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), dan Rifka Annisa Women’s Crisis Center. Hal ini merupakan pesan kepada masyarakat, bahwa penganut agama apapun sepakat dan bekerja sama dalam menyuarakan dan memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan.
Long March dan Aksi Damai dilakukan dengan rombongan berjalan menyusuri area pejalan kaki di Malioboro sambil orator menyampaikan pesan kampanye dan para peserta mengangkat poster dan spanduk yang berisikan pesan-pesan mengenai penolakan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kampanye dilakukan di sekitaran Jl. Malioboro. Dimulai dari GPIB Marga Mulya menuju ke Utara lalu berhenti sejenak di depan Gedung DPRD Provinsi D.I.Y. untuk pembacaan Deklarasi HAKTP. Kemudian dilanjutkan kembali ke arah Selatan, berhenti sejenak di depan Pasar Beringharjo untuk membacakan Deklarasi.
Lanjut lagi menuju ke Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949, di dekat Titik Nol Yogyakarta serta ke depan Istana Agung. Namun dikarenakan hujan rintik menjadi deras, maka diputuskan titik terakhir membacakan Deklarasi adalah di depan gapura Pasar Sore Malioboro.
Ketika rombongan berhenti di beberapa titik untuk membacakan Deklarasi, inti yang disampaikan adalah tentang dukungan GPIB terhadap penegakan Undang-Undang tentang KDRT, tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan Undang-Undang lainnya yang berkaitan dengan perlindungan bagi perempuan dan anak.
Dalam deklarasi juga disebutkan komitmen GPIB untuk mewujudkan gereja yang melindungi perempuan dengan anak. “STOP KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK!”, demikian pekik para peserta sambil menyilangkan tangan tanda penolalan terhadap kekerasan.
Long March dan Aksi Damai ini di satu sisi dapat dipahami sebagai upaya GPIB mengedukasi para Pendeta, Diaken, Penatua, Vikaris, Anggota Komisi Germasa untuk berani bersaksi dan menyuarakan keberpihakannya kepada kalangan yang terpinggirkan atau menjadi korban.
Selama ini gereja-gereja cenderung sungkan atau kurang berani menyuarakan aspirasinya secara vokal dan langsung kepada masyarakat dan pemerintah. Karena itu dengan turun ke jalan dan melakukan aksi damai, diharapkan terbentuk kesadaran dan keberanian untuk menyampaikan suara kebenaran (suara profetis).
Di sisi lain, kegiatan tersebut adalah cara gereja dalam melakukan misi perdamaian (syalom). Kampanye tersebut dapat mendukung upaya literasi bagi masyarakat tentang isu anti kekerasan terhadap anak dan perempuan serta memperkuat keberanian para korban untuk meminta perlindungan serta memperjuangkan hak-haknya atas keadilan.
Apalagi, aksi damai dilakukan GPIB dengan berkolaborasi bersama jejaring lintas iman. Hal ini dapat dimaknai sebagai cara saudara lintas iman untuk memberitakan Injil (kabar baik – Kristen), untuk mendakwahkan amar ma’ruf nahi mungkar (mengajak pada kebaikan dan mencegah kejahatan – Islam).
Dalam isu-isu kemanusiaan dan kelestarian lingkungan, antar agama punya semangat yang sama, yaitu dalam bahasa Kristen “untuk mewujudkan Syalom” (damai sejahtera) atau dalam istilah di agama Islam “menjadi Rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta)”. Spirit itu bisa menjadi titik-temu lintas iman antara GPIB dengan berbagai komunitas interfaith.
J.B. Banawiratma dkk, dalam buku “Dialog Antarumat Beragama” menyebutkan setidaknya ada 7 dataran momen-momen dialog antarumat beragama. Salah satunya adalah “Dialog Aksi”. Maka kegiatan berupa Aksi Damai dalam rangka Kampanye HAKTP yang dilakukan oleh GPIB bersama jejaring lintas iman di Yogyakarta bisa dikategorikan pada model Dialog Aksi.
Kiranya kegiatan tersebut bisa menjadi salah satu inspirasi jemaat-jemaat GPIB di tempat lainnya dalam mengupayakan hubungan yang harmonis antarumat beragama demi kehidupan yang lebih adil dan sejahtera. ***