JAKARTA, Arcus GPIB – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) yang diperingati setiap 9 Desember menjadi momentum bersama mewujudkan Indonesia anti korupsi.
Seperti dilansir laman Kemenag RI, semangat anti korupsi merupakan komitmen bersama. Apalagi Kementerian Agama membawa nama agama yang sejatinya mengambil peran dalam semangat Indonesia anti korupsi.
“Ini momentum bagi Kementerian, lembaga dan kita semua untuk mewujudkan Indonesia anti Korupsi. Kementerian Agama sudah melakukan dan memulai bagaimana perilaku korupsi ini tidak menjadi budaya yang mesti menjadi budaya adalah perilaku anti korupsi,” ujar Menag Yaqut Cholil Qoumas, usai menghadiri Launching Indeks Integritas Pendidikan dan Acara Puncak Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2022 di Jakarta, Jumat (9/12/2022).
Menurut Menag, pihaknya sudah banyak melakukan terobosan, salah satunya lewat aplikasi Pusaka Super App yang menjadi bagian dari trasparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa yang selama ini menjadi salah satu pintu masuk untuk korupsi.
“Semua masyarakat juga harus memberikan support kepada pemerintah selaku penyelenggara negara untuk jujur dan tidak koruptif. Dan ini tentu harus diiringi dengan perilaku yang sama dari masyarakat. Kalau pemerintah dan masyarakatnya jujur, Insya Allah kemakmuran tinggal selangkah lagi, ” tandas Menag.
Catatan Arcus Media Network mengutip repository.uksw Hilda Mona Pariury, Program Studi Magister Sosiologi Agama 2015 menyebutkan, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) tegas tidak membenarkan tindakan korupsi. Tidak hanya soal pencurian, suap-menyuap dan sogok-menyogok uang termasuk nepotisme, korupsi waktu.
Lahirnya pemahaman GPIB ini tidak dibuat-buat atas dasar pemahaman pribadi. Akan tetapi berangkat dari dasar teologis Hukum Taurat “Jangan mencuri & Jangan Mengingini”gereja membangun sebuah pola berpikir yang baik sebagai alasan secara teologis untuk tidak membenarkan tindakan korupsi dalam bentuk apapun.
Pemahaman GPIB Tentang Korupsi, GPIB terpanggil untuk mewujudkan kebaikan Allah dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, dengan ikut membangun nilai-nilai kehidupan yang berkeadaban, inklusif, adil, damai dan demokratis.
Pemahaman universal tentang korupsi sebagai aksi pencurian dipahami sangat mendalam oleh GPIB. Bagi GPIB mencuri dan korupsi keduanya merupakan tindakan yang salah.
Akan tetapi Hukum Taurat ke-8 tersebut tidak semata-mata dipahami secara harafiah “mencuri” saja namun, ada konsep yang lebih berarti dibalik pemahaman secara harafiah tersebut.
Oleh GPIB tindakan korupsi dilakukan dengan gaya yang lebih licik dibandingkan dengan tindakan mencuri. Dengan sederhana, korupsi dan mencuri merupakan dua tindakan yang berbeda bentuk namun, sama-sama melakukan aksi “penyelewengan”.
Mencuri dipahami sebagai sebuah insiden yang kelihatan. Insiden kelihatan dalam situasi ini ialah orang yang dicuri (korban curian) benar-benar menyadari bahwa sesuatu yang dimiliki telah diambil dan hilang. Sedangkan, korupsi dipahami berbeda di mana si korban tidak merasa bahkan tidak sadar bahwa ia telah kehilangan sesuatu yang menjadi miliknya.
Mengapa demikian? Karena tindakan yang dilakukan oleh pelaku (koruptor) terlihat baik padahal sebetulnya yang dilakukan ialah buruk.
Diskusi teologi tentang korupsi yang menyatakan tindakan tersebut ialah salah dipahami oleh GPIB bukan hanya sebagai sebuah aksi pencurian tetapi lebih dari itu tidak setuju terhadap tindakan yang seolah-olah baik tetapi dalam kenyataanya tidak baik. /fsp