BOGOR, Arcus GPIB – Peran pemilih muda menjadi perhatian August Mellaz, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menghadapi pemilu 2024. Anggota KPU ini bahkan mengajak kaum muda untuk jeli memperhatikan siapa yang akan dipilih.
“Apa yang harus diperhatikan pemilih muda agar tidak salah dalam menentukan pilihan politik dalam Pemilu 2024,” tanya Mellaz ketika menjadi narabina dalam Seminar Pendidikan Pengetahuan Politik yang diselenggarakan Komisi PPSDI – PPK GPIB Zebaoth Bogor, Sabtu 11/11/2023.

Peserta antusias mengikuti sesi bina pendidikan politik yang diselenggarakan Komisi PPSDI-PPK GPIB Zebaoth Bogor.
Menurut Mellaz, pemilih milenial perlu mengenali calon yang sesuai dengan aspirasi politik pribadi baik dalam Pemilu Presiden, DPR, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota dan Mencermati program, gagasan, hingga rekam jejak calon.
Hal lainnya, mencermati calon yang diusung partai politik yang sesuai dengan ideologi pribadi dan mencermati elit atau aktor politik yang memberikan Pendidikan politik yang baik serta memberikan atensi yang baik soal Pemilu dengan cara mengikuti berita soal Pemilu, Calon, dan Berbagai macam isu Pemilu.
Kaum milenial saat ini identik dengan kedekatannya di medsos dan internet, sementara di 2 ranah itu banyak beredar hoaks, fitnah dan ujaran kebencian yang selalu terjadi jelang pemilu, apa yang harus diperhatikan?

Cukup banyak warga jemaat yang ambil bagian dalam sesi bina politik ini.
Jadi, kata Mellaz, pemilih harus memiliki paradigma pemahaman “Pemilu sebagai sarana integrasi bangsa.” Secara teknis, Pemilih harus: Hati-hati dengan judul provokatif; Cermati alamat situs; Periksa fakta; Cek keaslian foto/video; Ikut serta grup diskusi anti-hoaks.
Tantangan Pemilu saat ini adalah hoax politik. Data Mafindo 2019; Juli-Desember 2018 ada total 506 kasus atau 51%. Januaari 2019 naik naik 109 kasus (53&), dan Februari sebanyak 104 kasus (68%). Secara persentase hoav politik cenderungnaik jelang hari H termasuk hoax yang menyerang KPU terkait itu 7 kontainer surat suara dicoblos.
Tantangan lainnya adalah politik uang. Dari 103 putusan pidana pemilu yang bersfat inkrah 24 diataranya adalah politik uang. Kasu lain 20 kasus larangan kampanye, 18 kepala desa yang mengeutungkan salah satu peserta serta suara tidak sah dalam Pemilu Legislatif.
Dalam kesempatan sama, Seminar yang dimoderatori oleh Prof. Dr. Ir. Rilus A. Kinseng, M.A, Guru Besar di IPB Bogor juga menghadirkan narabina Jeirry Sumampouw, S.Th Aktivis dan Pengamat Politik Indonesia. Menurut Jeirry, persoalan krusial dalam pemilu kali ini juga masih soal politik uang. Politik uang tak bisa dibasmi.
Hal lainnya adaah politik identitas. Politik ini muncul karena kepentingan elektoral, politik adu domba antara yang pro dan kontra, serta politik pencitraan. Hal lainnya adalah potensi kecurangan tinggi yang bis mengarah kepada intervensi terhadap penyelenggara pemilu.
Dalam kesempatan itu, Jeirry juga menyebutkan munculnya politik SARA. Menurutya, suatu tindakan disebut Politisasi SARA (identitas), jika memenuhi 3 unsur: Menumbuhkan sentimen politik; Menimbulkan kebencian & permusuhan; dan
Berdampak degradasi kesetaraan.
Politisasi SARA itu upaya untuk menumbuhkan sentimen politik dengan cara mengeksploitasi identitas sehingga menimbulkan kebencian dan permusuhan terhadap yang berbeda dan berdampak mendegradasi identitas.
Bahaya politisasi identitas juga sangat bisa merebak terus. Pasalnya, orang makin merasa aman dan berlindung dalam “kelompok sendiri” (dhi. Agama, Etnis, dll) ditambah lagi paham keagamaan yang sempit dan dangkal. /fsp