Semangat Siri Na Pacce mendorong saya kembali maju mencalonkan diri di PSR Makassar Oktober 2025 sebagai Sekretaris Umum MS GPIB – XXII
SIRI NA PACCE adalah falsafah hidup yang dipegang oleh masyarakat Bugis-Makassar yang berarti malu dan solidaritas. Siri artinya rasa malu atau harga diri sedangkan Pacce berarti solidaritas dan empati terhadap sesama.
Pernyataan itu disampaikan Pendeta Ebser M Lalenoh, Ketua Majelis Jemaat (KMJ) GPIB Menara Kasih Bekasi saat bincang-bincang dengan Frans S. Pong dari Arcus GPIB dan John Paulus dari Yayasan Diakonia GPIB, di Bandung belum lama berselang.
Budaya Siri Na Pacce, kata Pendeta Ebser, sangat kuat dalam implementasinya bagi orang Bugis-Makassar yang kadangkala berakhir dengan pembunuhan terhadap seseorang yang dianggap mempermalukan.
“Falsafah hidup Siri Na Pacce saya pegang teguh. Semangat Siri Na Pacce yang mendorong saya kembali maju mencalonkan diri di PSR Makassar Oktober 2025 sebagai Sekretaris Umum MS GPIB – XXII,” tandas Pendeta asal Bugis Makassar ini.
Jiwa dan mentalitas petarung melekat dalam diri Pendeta ini. Menurutnya, jika seseorang tidak memegang teguh Siri Na Pacce sebagai pandangan hidup, maka ia dapat bertingkah laku semaunya, tidak memiliki kepedulian sosial dan hanya mau menang sendiri dan kurang memiliki rasa hormat kepada sesama.
“Hidup itu sama saja sudah mati kalau tidak menjadi dampak bagi sesama,” kata Pendeta Ebser. Jadi, katanya, pesan moral Siri Na Pacce berani mengambil sikap militan melakukan kebaikan untuk sesama.
Menyangkut pemilihan fungsionaris MS GPIB – XXII, kata Ebser, diharapkan tidak ada lagi istilah kedekatan alumni, suku dan kedekatan lainnya. “Jika ini masih ada kita tak pernah akan maju,” tuturnya sembari berharap tidak ada lagi istilah calon dari kelompok A atau kelompok M.
“Kita semua pendeta GPIB, toga putih dan memang kedua kelompok itu masih ada tarik menarik. Pemikiran tradisional tidak lagi cocok diterapkan dalam gereja Tuhan. Jangan merasa lebih kuat, lebih bisa, lebih memiliki kapasitas,” aku Pendeta yang suka petualang yang dalam waktu dekat akan melakukan Napaktilas di Pos Pelayanan 6.C Subang untuk kembali mengobarkan semangat pengijilan.
Menurutnya, semua orang punya kesempatan didalam kontestasi, orang yang memenuhi persyaratan Tata Gereja tidak boleh diabaikan dan dihilangkan hak-haknya.
Soal pendeta-pendeta muda, Pendeta Ebser menyatakan kekagumannya yang disebutnya sebagai pendeta-pendeta yang visioner harus berani untuk maju dan mampu memperlihatkan jati diri sebagai pendeta GPIB.
”Pendeta-pendeta muda ini adalah kekuatan yang dikaruniakan Tuhan. Mereka bisa lebih cerdas memikirkan gereja ini kedepan. Saya akan back-up mereka dalam rangka intergenerational. Anak-anak muda harus malu kalau tidak berbuat apa-apa. Itu juga merupakan Siri Na Pacce,” ujar Ebser.
“Kita harus berani untuk melangkah dengan tuntunan kebenaran Firman Tuhan. Kita buat perubahan secara radikal. Kalau bilang ugahari ya,..harus sederhana, jangan boros.”
“Kita harus berubah, kita harus membuat suatu terobosan. Kita harus memikirkan gereja ini.” ***