JAKARTA, Arcus GPIB – Crisis Center GPIB ditantang untuk bisa eksis tidak hanya bermanuver dilini bencana alam dan non alam tapi juga bisa hadir pada bencana-bencana teknologi dan bencana sosial.
Pendapat tersebut mengemuka dalam Lokakarya Crisis Center GPIB Sentra #3, Sabtu 27/8/2022. Alasan kuat agar Crisis Center GPIB berkutat dilini bencana-bencana teknologi dan bencana sosial karena keberhasilan CC GPIB sebelumnya dirasakan sangat memberi dukungan cepat saat terjadi bencana alam.
“Kenapa tidak menangani krisis kemanusiaan menuju save house, kita harus melandaskan kepada visi dan misi kita bahwa kita hanya fokus pada bencana alam,” ungkap Tim CC GPIB Chris Wangkay.
Menurut Penantua GPIB Zebaoth Bogor ini, untuk bencana-bencana sosial, bencana teknologi CC GPIB tidak punya kapasitas, bukan tidak mau tapi ada keterbatasan sumber daya insani dan dana.
“Kepingin sih semua bencana bisa ditangani, tetapi kita harus mengukur kita punya sumber daya. Tapi memang kita di Sinode cuma 7 orang dengan segala resources yang ada,” tutur Chris Wangkay.
Dalam acara yang dipandu Reza Tehusalawane ini membahas empat Buku Pedoman Crisis Center GPIB. Buku I disampaikan Aryati Maitimoe, Buku II Karl Simatupang, Buku III Chris Wangkay dan Buku IV Ino Subagyono serta ada paparan dari Satgas Covid-19 GPIB disampaikan Pdt. Dewi Shinta Astadiyan.
Pesertanya Lokakarya ini adalah Mupel Kaltara Berkat, Kaltim 1, Kaltim 2, Kalselteng, Kalbar, Sumsel, Jakpus, Jaksel, Jakut, Jakbar, Utusan Jemaat dan Ke-6 Dewan Pelkat.
Aryati Maitimoe saat menyampaikan Buku 1 “Crisis Center GPIB” mengatakan, pembentukan Crisis Center dilingkup sinodal ditetapkan oleh Majelis Sinode dan bertanggung jawab kepada Majelis Sinode melalui Ketua I MS yang membidangi.
“Untuk Mupel bertanggung jawab kepada Mupel masing-masing dan di jemaat bertanggung jawab kepad jemaat masing-masing,” kata Aryati.
Tugasnya CC GPIB, kata warga Jemaat GPIB Filadelfia Bintaro ini, salah satunya menyusun peta rawan bencana di daerah pelayanan GPIB dan menyalurkan dana-dana yang terkumpul dari jemaat-jemaat GPIB atas permintaan Mejelis Sinode kepada Posko Tanggap Darurat Bencana dimana terjadi bencana.
Dalam Buku Buku II “Pembentukan Pos Komando Tanggap Darurat Bencana” yang disampaikan Karl Simatupang diuraikan soal tugas CC GPIB kaitannya dengan meminimalisir risiko.
“Mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana kematian, kerugian ekonomi, dan kerusakan SDA,” kata Karl Simatupang
Dalam Buku 2 juga diurai soal pembentukan Posko Tanggap Darurat Bencana GPIB diluar lingkup daerah GPIB didalam wilayah RI. Untuk hal ini dilakukan dengan kerja sama antara CC GPIB dengan Majelis Gereja anggota PGI di lokasi tempat bencana terjadi.
Sistem penyaluran bantuan sumber daya termasuk dana dikirim oleh Crisis Center GPIB dan disalurkan Koordinator PoskoTanggap Darurat Bencana Gereja anggota PGI ditempat bencana terjadi.
Mengenai Relawan yang terlibat dalam penanganan bencana diuraikan dalam Buku III “Relawan Penanggulangan Bencana” yang dipaparkan Chris Wangkay.
Menurutnya, prinsip kerja relawan antara lain cepat dan tepat, berdaya guna dan berhasil guna serta non diskriminasi dan tidak menyebarkan agama.
Relawan yang melanggar azas, prinsip, Panca Darma Relawan penanggulangan bencana dan aturan serta norma yang disepakati bersama dalam penanggulangan bencana dapat dikenakan sanksi antara lain taguran tertulis dan sanksi hukum tindak pidana yang berlaku.
Namun bagi relawan yang menunjukkan kinerja yang baik dalam upasaya penanggulangan bencana, dapat diberikan penghargaan.
Saat tidak ada bencana, relawan melakukan pemantauan ancaman dan kerentanan, penyuluhan, gladi Tanggap Darurat dan penyiapan evakuasi.
Dalam hal pendanaan saat terjadi krisis, Ino Subagyono menjelaskan secara detil. Dalam Buku IV “Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai Pada Status Keadaan Darurat Bencana” disebutkan bahwa dalam keadaaan darurat ada dana yamg siap pakai.
“Jadi dalam keadaan darurat bencana ada dana siap pakai. Dana yang dicadangkan ini bersumber dari Crisis Center GPIB Lingkup Sinodal, Crisis Center Mupel, Crisis Center Jemaat,” tutur Ino Subagyono.
Dana ini, kata Ino, diturunkan saat Siaga Darurat, Tanggap Darurat dan Transisi Darurat ke Pemulihan. Batas waktu penggunaan Dana Siap Pakai adalah pada masa Status Keadaan Darurat hingga pemulihan.
Penetapan jangka waktu Status Keadaan Darurat Bencana sesuai dengan besar kecilnya skala bencana dan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan dari Crisis Center GPIB.
Dalam kesempaan itu, Pdt. Retnowendelina, dari Mupel Kaltara Berkat mengatakan, di Mupel Kaltara Berkat belum ada Crisis Center tapi disetiap jemaat secara khusus di Immanuel Tarakan ada Crisis Center tingkat jemaat. Dan untuk masalah-masalah yang ada dilingkup Kaltara Berkat langsung ditangani oleh Mupel.
“Ketika ada bencana alam, longsor Mupel langsung berkirim surat ke setiap jemaat untuk menggalang dana dan kemudian melalui BP Mupel kami melanjutkannya kepada jemaat yang mengalami bencana,” kata Pdt. Retnowendelina .
Selain itu, kata dia, tidak hanya soal bencana alam, ketika ada yang terpapar Covid-19 dua tahun lalu di Long Nawang langsung bergerak melalui BP Mupel untuk membantu. /fsp