LAMPUNG UTARA, Arcus GPIB – Saat ini, tren bencana alam di wilayah Indonesia yaitu 92% berupa bencana hidro-meteorologi yang dipengaruhi oleh faktor cuaca dan mengakibatkan banjir, longsor, dan puting beliung.
Mengatakan itu Ino Subagiono, narabina dalam Pembinaan di Mupel Lampung dalam rangka Safari Pelkes GPIB yang dipusatkan di GPIB Petra Lampung Utara, Kamis (01/06/2023).
Data BNPB, sejak 1 Januari 2023 hingga 12 April 2023, telah terjadi 835 peristiwa/3494. Berdasarkan jenisnya terdiri dari Banjir menjadi bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia (331 kejadian/1506), Cuaca ekstrem (226 kejadian/1045), Tanah longsor (130 kejadian/633), Kebakaran hutan dan lahan (41 kejadian/251), Gelombang pasang & abrasi (10 kejadian/26), Gempa bumi (9 kejadian/28).
“Data BNPB per April 2023 menunjukkan: 1,89 juta jiwa mengungsi, 19 tewas akibat bencana, 6 jiwa hilang, 122 luka-luka, 115 meninggal,” tutur Ino Subagiono dengan moderator Yohanes Kasto.
Menurutnya, dampak bencana terjadi hingga menimbulkan kematian terhadap perempuan dan anak-anak adalah 14 kali lebih besar dibandingkan laki-laki dan sekitar 60% dari kematian ibu dapat dicegah.
Wakil Ketua Dept. Pelkes Tommy Masinambow mengatakan, Crisis Center GPIB telah mendapatkan pengakuan dari Badan Penanggulangan Bencana (BNPB). Dan beberapa waktu lalu Majelis Sinode GPIB telah melakukan audiensi ke Kantor BNPB dan diterima oleh Kepala BNPB.
Mengenai ancaman bencana di Lampung, Ino menyebutkan bahwa ancaman banjir cukup tinggi terdapat di tiga wilayah sungai, yakni Sungai Mesuji-Tulang Bawang, Sungai Seputih, dan Sungai Semaka. Ancaman longsor juga harus diperhatiakn. Longsor berpotensi terjadi pada daerah yang memiliki kondisi geologi labil.
Selain itu, ancaman gelombang tinggi bisa saja terjadi. Ancaman gelombang tinggi dan abrasi terdeteksi di bagian perairan Barat Lampung yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.
Ia juga mengurai soal bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan & tanah longsor dll.
Bencana Non-Alam diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam antara lain gagal tehnologi, gagal modernisasi, wabah penyakit dll.
Bencana Sosial juga menjadi fokus Ino Subagiono. Bencana ini diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok, teror, sabotase, dll.
Memitigasi bencana yang datang, Ini menyebutkan perlunya dibentuk Crisis Center. Untuk tingkat Sinode merumuskan & Menetapkan Kebijakan tentang sistim Penanggulangan Bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat, tepat, serta efektif dan efisien.
Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan Penanggulangan Bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh dalam waktu 2 x 24 jam setelah terjadinya bencana.
Untuk tingkat jemaat, dibentuk berdasarkan SK MAJELIS JEMAAT & diketahui oleh MAJELIS SINODE & POKJA CRISIS CENTER GPIB. Crisis Center tingkat jemaat mempunyai Fungsi Pelaksana bertanggung jawab kepada PHMJ.
Untuk pengurus, unsur pimpinan minimal terdiri dari Ketua, Sekertaris & Bendahara. Tim Pelaksana terdiri dari unsur-unsur jemaat yang mempunyai komitmen & kompetensi dalam sistim penanggulangan bencana alam.
CC di jemaat berkoordinasi dengan Mupel GPIB & Pengurus Crisis Center GPIB Tingkat Sinode. Bertanggung jawab kepada Majelis Jemaat. /fsp