ArcusGPIB.com – Upaya pemandirian Pos Pelkes terus ditempuh. Berbagai cara dilakukan agar kedepan Pos-pos Pelkes yang ada bisa hadir tidak hanya sekadar berdiri tapi tampil kokoh seiring tuntutan pelayanan.
Bagaimana agar Pos-pos Pelkes GPIB bisa bertumbuh, kokoh dan bisa menghadirkan damai sejahtera bagi semua ciptaanNya, dua tokoh GPIB angkat bicara soal itu, yakni Pnt. Prof. Dr. Ir, John E.H.J. FoEh, IPU dan Pnt. Libianto.
Menurut Prof John FoEh, sebagaimana yang disampaikan dalam youtube Pelkes GPIB yang dipandu Dr. Charles PH Simanjuntak, Peneliti dari IPB University, libatkan masyarakat dalam proses perencanaan, jangan hanya sebagai tenaga kerja tapi ikutkan dalam perencanaan sampai melakukan analisis masalah yang ada di wilayahnya.
“Cara-cara ini umumnya dilakukan oleh Bank Dunia untuk pengembangan daerah-daerah pedesaan. Kita bisa adaptasi untuk dipraktikkan dalam Pos Pelkes kita,” ungkap Prof John FoEh, warga jemaat GPIB Kharisma, Jakarta ini.
Tidak sampai disitu saja, kata Prof John FoEh, libatkan juga warga dimana ada Pos Pelkes secara bersama-sama dan ikut berpartisipasi bagaimana mengatasi masalah-masalah sehingga ada rasa percaya diri.
“Cara ini memberi kesempatan kepada mereka untuk memutuskan sendiri alternatif pemecahan masalah yang untuk mengatasi permasalahan,” kata FoEh dalam makalahnya “Participatory and Rapid Assessment Methods: Aplikasi di Wilayah Pelkes”.
Pnt. Libianto mengatakan, potensi untuk pengembangan Pos-pos Pelkes GPIB kedepan cukup baik. Untuk itu, katanya, perlunya melihat lebih jauh ke dalam potensi masing-masing Pos Pelkes yang ada.
“Potret kondisi masing-masing jemaat di wilayah Pos Pelkes mempunyai karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain. Itulah kita garus melihat potensi yang ada di Pos Pelkes apapun situasi dan kondisinya harus bisa menjadi acuan untuk pertumbuhan ekonomi,” ujar Pnt. Libianto.
Pemerintah, katanya, saat ini sedang menggiatkan ketahanan pangan, perlu diselaraskan dengan program pemerintah untuk ketahanan pangan, salah satunya dari lima pokok ketahanan pangan adalah Sorgum, jagung rote, yang sudah ada di Bumi Indonesia selama 10 tahun yang baru popular dalam 4, 5 tahun belakangan ini.
“Sorgum mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, dari pembibitan sampai produksi sangat low investment, sangat rendah investasi,” kata pria yang berjemaat di GPIB Bukit Moria Jakarta dalam makalahnya “Pemberdayaan Potensi Usaha Pelkes sebagai Daya Ungkit Ketahanan Ekonomi GPIB melalui Program UMKM”.
Departemen Pertanian sangat mendukung untuk menggerakkan budi daya dari Sorgum yang didukung dengan bantuan bibit dan pupuk dan ada jaminan perlindungan Asuransi Pertanian bilamana terjadi musibah, bencana atau gagal panen akan mendapatkan uang pertanggungan Rp6 juta per hekter per masa panen.
“Jadi kalau gagal panen karena bencana, pemerintah melalui asuransi pertanian akan memberikan perlindungan uang Rp6 Juta,” kata Libianto. Harga sorgum perkilo berkisar antara Rp 3 ribu hingga Rp 5.000 per kilo.
Sorgum dalam setahun bisa panen sekurang-kurangnya tiga kali, sangat minim dalam kebutuhan air. Sorgum dari batang, buah dan daunnya tidak ada yang terbuang sebagai limbah. Batang sorgum dapat diolah menjadi gula. Gula sorgum ini sangat baik untuk pasien diabetes, kolesterol, jantung dan hipertensi. /fsp