JAKARTA, Arcus GPIB – Kehadiran gereja di tengah-tengah masyarakat harus nyata terasa. Diakonia gereja harus mendapat tempat yang baik membawa keadilan dan pembebasan.
“Gereja harus turun langsung mengatasi persoalan riil di masyarakat, tidak cukup khotbah di atas mimbar. Gereja semestinya menjadi gerakan pembebasan terhadap umat yang mengalami ketidakadilan, kriminalisasi, terpinggirkan, tersingkirkan, menderita, dsb,” tandas Amin Siahaan, Direktur Eksekutif Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen di Indonesia (JKLPK).
Saat berbicara dalam Semiloka daring yang diselenggarakan Dept. Pelkes GPIB, Sabtu 9 Juli 2022, lebih jauh Amin Siahaan mengatakan, pelayanan gereja tidak hanya sekadar melayani tetapi memberikan yang terbaik lahir dan batin.
“Pelayanan terhadap hidup yang utuh yang meliputi kesejahteraan lahir-batin yang mempunyai konsekuensi pengorbanan material dan spiritual,” ujarnya mengutip apa yang pernah disampaikan Asmara Nababan sebagai Diakonia Transformatif.
Mengapa mesti terlibat dala pelayanan? Itu karena gereja, termasuk Lembaga Pelayanan Kristen, baik yang menjadi unit Gereja/Sinode atau bukan, sejak lama terlibat dalam pelayanan di masyarakat.
Kehadiran Gereja merupakan wujud partisipasi aktif untuk memastikan proses pembangunan benar-benar adil, mensejahterakan rakyat, menghadirkan perdamaian.
Panggilan gereja ini merupakan tanggung jawab untuk merawat ciptaan Tuhan (Kej. 1: 26, 28), mewujudkan kebebasan, keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan (Yer. 22: 3, Mat. 24: 35, Luk. 4: 18-21).
Untuk itu, kata Amin Siahaan, JKLPK turus serta memberikan dukungan advokasi secara terstruktur atau sistematis untuk merubah atau mempengaruhi kebijakan publik atau kebijakan yang diambil oleh pejabat publik.
Mengapa perlu beradvokasi? Negara masih abai melakukan pembelaan hukum terhadap rakyat yang sedang menghadapi kasus hukum; masih ada ketidakadilan; masih banyak rakyat yang tidak mampu dan tidak mau memperjuangkan hak-haknya sendiri.
Pdt. Em Josef Purnama Widyatmadja dari Center for Development and Culture, Surakarta mengatakan, Diakonia tidak bisa dipisahkan dengan Misi Allah. Gereja harus hadir tidak hanya melalui perkataan, tapi juga perbuatan dan solidaritas pemberian.
“Gereja bisa hidup tanpa gedung, tanpa diakonia gereja mati,” kata Pdt. Em Josef Purnama mengutip pernyataan J.C. Sikkel.
Menurutnya, ekklesiologi GPIB adalahGereja sebagai perjamuan sebagaimana Lukas 13: 29 Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk dan makan di dalam Kerajaan Allah.
Gereja juga merupakan tubuh Kristus yang mencerminkan hidup dan pelayanan Yesus di bumi sebagaimana I Kor 12:12, 13. /fsp