BOGOR, Arcus GPIB – “Berkipralah keluar” Demikian penegasan Pendeta Marthen Laiwakabessy, Ketua I Majelis Sinode GPIB yang merasa bangga atas kunjungan Yayasan Diakonia (YADIA) GPIB ke Panti Asuhan PWH Zebaoth Bogor 30 Juli 2024.
Ia berharap agar YADIA GPIB jangan hanya melayani di internal GPIB, jangan hanya pada saat ulang tahun baru bergiat melakukan pelayanan kasih, tetapi terus dan tetap berlanjut menolong dan membantu sesama sehingga kehadiran YADIA makin dirasakan dan menjadi berkat bagi semua orang dan kemuliaan Allah dinyatakan.
“Terus dan tetap berlanjut menolong dan membantu sesama sehingga kehadiran YADIA makin dirasakan dan menjadi berkat bagi semua orang,” tutur Pendeta Marthen saat menyampaikan renungannya di PWH Bogor.
Dikatakan, melayanilah dengan tulus ikhlas tanpa pamrih, melayani dengan bersinergisitas dengan semua unit missioner lingkup internal dan masyarakat luas yang membutuhkan uluran tangan, tetap semangat, keep the spirit up Yayasan diakonia GPIB menjalankan visi melayani dengan cinta kasih yang tanpa batas, no-limit time, Markus 10 : 45.
“Opa-oma walaupun dalam ketidakberdayaannya di usia yang sudah lanjut mereka tetap semangat walaupun ada yang harus menggunakan kursi roda, ada yang harus dibantu tetapi tidak menghalangi kegembiraan dan sukacitanya,” kata Pendeta Marthen.
At the opening, khotbah Pendeta Marthen Leiwakabessy mengatakan, kata solidaritas, solider paling sering diobral kanan-kiri tetapi sering kali pada waktu prakteknya tidak terlalu nyata.
”Kita ambil contoh di negara tercinta kita Indonesia orang berteriak solidaritas tapi kenyataannya untuk kepentingan diri, kelompok dan terkadang di gereja juga demikian solider dan tetap kukuh pada pendirian dan tindakannya untuk membela yang tidak benar. Itu Bukan Solider, melainkan Solider Banduta. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, solidaritas bermakna sifat satu rasa, senasib, dan perasaan setia kawan.
Dengan mengambil Firman Tuhan dari Kitab Lukas 10 : 25 – 37 Pendeta Marthen menjelaskan tentang perumpamaan orang Samaria yang murah hati dimana disitu juga dibahas tentang sikap dan perilaku para Ahli Taurat, orang Farisi, Saduki dan orang Lewi, mereka semua orang hebat tahu benar tentang kasih mengasihi tapi dalam prakteknya tidak pernah mau menolong.
Orang Samaria memang kelasnya berbeda, dianggap orang yang tidak terpandang, tidak berdaya, tidak punya kedudukan, disingkirkan, tidak punya tempat dalam tradisi orang Yahudi, namun orang Samaria ini tidak bertanya macam-macam dalam membantu orang lain tetapi langsung menolong dan peduli itulah simpati dan empati serta solider yang dinyatakan dalam tindakan kasih.
Dalam masa tua ada dua persoalan besar yang kadang-kadang menjadi pergumulan, yang pertama bagi yang menjalankan dan yang kedua bagi keluarga. Hari tua dianggap tidak berdaya, tidak diperlukan, dianggap lemah secara fisik, sebagai beban dan menyusahkan. Betulkah Menyusahkan?
Ini kalau konteksnya diukur secara financial. Remind, jangan pernah mengukur dan menilai orang tua, opa-oma dengan uang karena pada saat mereka membesarkanmu mereka tidak pernah mengukur dengan materi atau uang dan merupakan tanggunjawab anak-anak untuk merawatnya.
”Betulkah Sebagai Beban! Tidak! Karena nilai yang didapat dari opa-oma yaitu Teladan Iman, example of faith yang sangat luar biasa dan Tuhan tak pernah meninggalkannya, DIA selalu menjaganya,” imbuh Pendeta Marthen.
Terkadang hati merenung, pikiran mengambang, emosi jiwa tak tenang. Terkadang tergerak hati kembali untuk melakukan, membantu dan menolong sesama. Tangan dan kaki ini akankah ! bergerak dan melangkah kembali untuk berbagi dan berbelas kasih tanpa amnesia.
Tugas panggilan sesungguhnya melayani bukan untuk dilayani, melayani dengan tulus ikhlas tanpa pamrih, melayani dengan bersinergisitas dengan semua unit missioner lingkup internal dan masyarakat luas yang membutuhkan uluran tangan, tetap semangat, keep the spirit up Yayasan Diakonia GPIB menjalankan visi melayani dengan cinta kasih yang tanpa batas , no-limit time, Markus 10: 45. fsp/Jp