Home / GPIB Siana / Perspektif

Kamis, 10 November 2022 - 13:48 WIB

A M S A L

Oleh: Dr. Wahyu Lay, GPIB Cipeucang, Dosen Filsafat

KALAUPUN pertama kali disuarakan oleh seseorang, barangkali Raja Salomo dalam segala kemegahannya, yang hidup beribu tahun yang lalu dalam suatu dunia dan suatu zaman yang begitu berbeda daripada yang membingkaikan hidupku dan keberadaanku ini, namun selama berabad-abad pesan ini menggema dalam hati nurani orang yang percaya, dan memberi arah pada perbuatan dan rencananya.

Itulah yang membedakan orang yang percaya dari orang yang hanya hanyut dalam arus zaman, dan menganggap bahwa kekinian dan keakuan adalah kaidah hidup yang sebenarnya. Seperti orang yang bersenda ria di pesisir pantai dengan selancarnya, orang yang tidak menyerahkan perbuatannya, jadi seantero dirinya pada TUHAN, hanya menghabiskan waktu, meraih kegembiraan sesaat, tetapi sebetulnya tak kemana-mana.

Karena selancar itu memang hebat mengatasi gulungan ombak, tetapi pada hakikatnya tidak membawa manusia itu ke sesuatu tujuan. Terlalu sering manusia modern memang begitu pola kehidupannya. Hannah Arendt adalah seorang filsuf serta pemikir Jerman yang terpaksa mengungsi ke Amerika Serikat pada akhir tahun tiga puluhan oleh karena dia keturunan Yahudi, Namun yang dikhawatirkannya justru bukan cuma fasisme dan segala akibatnya yang mematikan kemanusiaan.

Ia sudah melihat bahwa masyarakat dunia dapat berkembang ke arah suatu masyarakat yang hanya mementingkan pemenuhan kebutuhan lahiriah. Orang-orang yang bukan mencari nafkah, tetapi mencari duit, yang bukan hidup untuk membesarkan nama Tuhan, tetapi untuk menyembah berhala-berhala konsumerisme, kekuasaan dan kekerasan.

Baca juga  Gelar Ibadah Adven 2023, Ketua Umum PGI: Adven, Perjalanan Menuju Kedatangan Kristus

Hannah Arendt sangat pesismis mengenai masyarakat masa depan yang mengarungi lautan zaman dengan selancar hedonisme, kecenderungan menikmati segala sesuatu tanpa kerelaan bertanggung jawab atas akibatnya. Tentu dia akan sangat menyesal, walaupun tidak terkejut, sekiranya dia sempat melihat kondisi dunia dewasa ini. Hedonisme sudah menjadi budaya global, kekuasaan dijilat kekuasaan disanjung.

Krisis moneter bukan sesuatu yang tiba-tiba menimpa kita tanpa sebab tertentu atau gejala pendahulu. Ia adalah akibat suatu proses menahun, perbuatan-perbuatan dan rencana-rencana orang yang tidak bertanggung jawab.

Begitu pula berbicara tentang gejala alam seperti el nino, atau la nina, atau efek rumah kaca. Semua itu berawal di tangan manusia juga, yang tidak tahu atau tidak mau merawat alam semesta sesuai dengan rencana Penciptanya.

Tahukah kita bahwa lembah Mesopotamia yang kini kita namakan Iraq dulu hijau dan subur, indah tanpa tara? Ingatkah kita pada ayat-ayat dalam Alkitab yang memuji “kemuliaan Libanon”? Dulu hutan-hutan aras yang lebat menyelimuti pegunungan Libanon. Sekarang sisanya hanya beberapa batang pohon saja.

Baca juga  Pdt. Abraham Ruben Persang, MTh Masuk Ring Satu: Ini Jemaat Ke-10

Ayat sebelum yang kita kutip tadi bunyinya begini, “segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi TUHANlah yang menguji hati”. Tentu saja setiap orang menyatakan keinginannya untuk menempuh jalan bersih. Namun begitu sering kalau ada jalan pintas yang tampaknya lebih menguntungkan, kita menempuhnya. Dengan dalih keamanan, pembangunan, dan entah apa lagi, begitu banyak ulah manusia mencederai atau melukai makhluk lain.

TUHANlah yang menguji hati kita. Hari itu, membaca kedua ayat dalam kitab Amsal ini, aku merasa terhibur. Karena aku seakan-akan mendapat suatu bekal untuk melanjutkan jalan hidupku. Tadinya aku merasa kecewa, karena salah satu mata pencaharianku tiba-tiba kering akibat krisis moneter. Dan suatu pekerjaan lain yang telah dijanjikan padaku, akhirnya tidak terwujud.

Lagipula lingkunganku menurut hematku kurang pengertian dan kurang menunjang. Ada lowongan bidangku Sejarah Gereja disalah satu perguruan tinggi, tetapi dengan segala macam alasan, lamaranku ditolak terus.Lalu harus hidup dari apa?

Tidak apalah. Rencanaku hanya suatu rakit kecil. Rencana TUHAN adalah bahtera yang mampu membawaku dengan aman ditengah ombak dunia. KepadaNya kuserahkan semua perbuatanku, dan aku yakin segala rencanaku akan terlaksana. Puji Tuhan! ***

Share :

Baca Juga

GPIB Siana

Apa yang Mesti Dilakukan GPIB, Ini Usul Mereka, Simak?

GPIB Siana

Posisi Baru Pdt. Ananda Pasaribu, Jabat Kepala Biro Penerbitan GPIB

GPIB Siana

Simulasi Lanjutan Persidangan Sinode XXI, Untuk Membiasakan Peserta

GPIB Siana

BERHENTILAH Membandingkan Dirimu Dengan Orang Lain: Bisa Memunculkan Iri

GPIB Siana

Sesi Bina Menyenangkan Hati Tuhan GPIB Menara Kasih, Pdt. Adri Samsudin: Luar Biasa

GPIB Siana

Isu Krisis Pangan dan Energi, Mejelis Sinode GPIB Minta Warga Jemaat Manfaatkan Lahan Kosong

GPIB Siana

Yapendik GPIB Gelar Rapat Tahunan Pembina 2023 Di Medan

GPIB Siana

Tiga Narabina Akan Paparkan Materi Bina Pegawai Kantor Majelis Jemaat Tahap 2