JAKARTA, ArcusGPIB.com – Wow,… ada yang buka-bukaan neh. Buka-bukaan apa tuh? Ternyata soal uang dan asset di GPIB yang disebut-sebut jumlahnya mencapai triliunan, wah…!!! Benarkah asset GPIB sebesar itu, bagaimana pengelolaannya dan kepemimpinan GPIB kini?
Empat narasumber mengupas tuntas hal itu dalam youtube Komunitas Sendal Jepit, Seri #16. Siapa saja? Pnt Victor Pangkarego, Pnt Ronald Kumowal, Pnt Donny Makaminan dan Pnt Shirley Maureen Van Houten – Sumangkut
Terangkum bahwa buka-bukaan soal uang dan asset di GPIB ternyata masih dilihat sebagai sesuatu yang rahasia, penuh kehati-hatian. Padahal, dengan memahami kekuatan keuangan dan asset sangat diperlukan untuk mengatur strategi pengambilan keputusan.
Dalam acara yang dipandu, tiga orang pendeta GPIB yakni Pdt. Dr. Abraham Silo Wilar,Pdt.Meilani Risamasu Peranginangin, M.Th, Pdt. Eric Edward Hetharia, M.Th, dan Pdt. Ny. Deiby S.W.Haryanto – Paath, S.Th juga mencari tahu seberapa besar gaji Fungsionaris Majelis Sinode membuat banyak yang seakan berlomba mencapai itu.
“GPIB itu cukup kaya dan sangat-sangat kaya,” kata Shirley Van Houten – Sumangkut Ketua BPPG Majelis Sinode. Untuk nominalnya perlu appraisal (Badan Penilai), perlu perhitungan dan data. “Terus terang sampai saat ini belum ada appraise. Biaya untuk melakukan appraisal itu besar dan harus dilakukan satu persatu tidak bisa secara menyeluruh.”
“Kalau dibilang GPIB kaya, benar. GPIB luar biasa kayanya,” tandasnya. Saat didesak berapa besar, apakah mencapai triliun, Shirley mengatakan, bisa mencapai triliun. “Bisa,” tutur wanita yang telah dua periode menduduki posisi Ketua BPPG ini. GPIB itu, kata Shirley, ada di sentral kota, it’s big a mount. Kita kaya dalam hal ini. Kita tidak miskin,” tuturnya seraya berharap ada pengelolaan yang baik.
Soal gaji fungsionaris yang disebut-sebut mencapai Rp35 juta, take home pay, Shierley mengatakan, kalau gaji tinggi itu, relatif. Semakin besar tanggung jawab yang dibebankan seseorang secara professional yang lain akan mengikut, misalkan, fee, yang diberikan berbeda dengan yang tanggung jawabnya lebih kecil. Soal tunjangan akan mengikuti besarnya tugas yang diemban. Kalau dibilang besar sekali, tidak juga.
“Isu diluaran jahat lho, rumors diluar itu gorengnya luar biasa, in case dalam kenyataannya tidak seperti itu,” tandas Shirley. Dalam kesempatan itu ia juga menjelaskan perlunya restrukturisasi tata Kelola. Hanya saja, katanya, untuk kesana, kalau melihat GPIB ini segala sesuatunya sudah dipetakan, kalau ada ide untuk restrukturisasi harus melihat restrukturisasi di bagian mana? Kalau dari sisi kepemimpinan saat ini sudah bagus.
“Mungkin dari sisi tata kelola, Yes, itu harus dilakukan. Dalam hal ini juga kita tidak bisa langsung melakukan, karena segala sesuatunya itu Tata Gereja kita melihatnya seperti apa,” imbuhnya menyebutkan tidak perlu menunggu lama untuk melakukan restrukturisasi.
Senada dengan Shirley, Victor Pangkarego mengatakan, untuk restrukturisasi tidak perlu menunggu lima tahun lagi. Saat ini, katanya, yang harus diperhatikan bagaimana menunjang sumber penerimaan dari BUMG yang sudah dibentuk. Karena dengan berjalannya BUMG nanti akan banyak memberikan subsidi kepada bidang-bidang yang membutuhkan.
“Saat ini yang harus kita perhatikan bagaimana kita menunjang sumber penerimaan dari BUMG yang dketuai ibu Miranda Goeltom untuk supaya program-program mereka boleh berjalan baik agar bisa mendapatkan hasil yang bisa disubsidi atau adanya PSO (Public Service Obligation, Red) yang bisa disubsidi kepada bidang-bidang yang memerlukan untuk menjadi solusi. Kita tidak perlu menunggu lima tahun lagi,” tandas Victor .
Bagi Donny Makaminan, Jenderal bintang satu ini mengatakan, soal restrukturisasi jangan menunggu terlalu lama karena hidup harus berjalan, harus merubah strategi. “Saya sependapat jangan tunggu terlalu lama. Ini seiring dengan tuntutan sekarang tidak perlu menunggu lima tahun. Kenapa? Karena hidup ini harus berjalan terus. Berkaitan dengan ini, kita harus merubah strategi,” tandas Donny seraya menekankan soal trust ke Majelis Sinode.
“Kalau soal trust surat menyurat kita harus percayakan ke Majelis Sinode, kepada siapa lagi kita mau percaya. Strategi Inforkom dan Litbang kedepan dalam pengelolaan asset? Untuk asset tanah, kuncinya komunikasi. Selama ini GPIB kita ada di asset-asset tentara. Kalau komunikasi kita bagus, kita pelihara hubungan yang baik, pasti dikasihlah kalau cuma 300-400 meter apalagi punya sejarah,” kata presbiter GPIB Martin Luther, Jakarta Timur ini.
Sementara itu, Pnt Ronald Kumowal, Ketua IV GPIB Sejahtera Bandung mengatakan untuk mencapai GPIB yang lebih baik kedepan perlunya penerapan transparansi dalam pengelolaan asset dan keuangan yang dimiliki.
“Kata kuncinya corporate governance, transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independen dan wajar. Itu yang dianggap jemaat reputasi pengelolaanya bagus karena transparan dan dapat dipertanggungjawabkan, independen dan wajar,” tandasnya.
Menurut Ronald, GPIB mesti lebih kreatif dalam pengelolaan asset agar aset bisa jadi cash flow, penunjang pelayanan. Dan selanjutnya bagaimana? “Dipikran saya begini, kita mesti berdiri di padang yang sama membangun gereja, itu inisiatif strateginya, membangun persekutuan yang indah dan berguna, membangun manajemen gereja yang sehat, dan membangun ekonom gereja,” ujarnya.
Mengenai BUMG, Ronald menyatakan rasa bangga karena ada tim yang akan mengelolah asset. “Saya senang ada tim yang akan mengelolah asset GPIB,” katanya menceritakan kejadian Wisma Sekesalem yang pernah dijanjikan untuk perbaikan tapi tak kunjung dibenahi.
“Saya pribadi agak kurang dengan respon GPIB terhadap beberapa asset seperti Sekesalam, Bandung. Sudah beberapa PST diputuskan ada anggaran, Rp 1 miliar sampai Rp 2 miliar untuk upgrade agar asset menjadi profitable. Tapi tidak bergerak, saya tidak menyalahkan tapi masih kita harus perbaiki langkah-langkah,” kata Ronald.
Untuk itu, Ronald mengajak untuk mau meniru apa-apa yang sudah dilakukan gereja lain sehingga bisa lebih baik. Gereja Kristen Pasusndan (GKP), misalnya, memiliki sejumlah asset yang luar biasa padahal jemaat ini hanya punya 59 jemaat, dan 60 pendeta. GKP bisa merintis berdirinya perguruan Tinggi Satya Wacana yang mengelola Yayasan Pendidikan Kristen di Bandung SD sampai SMA, hingga Universitas Maranatha di Bandung. GKP memiliki RS Immanuel di Bandung, bahkan salah satu Mall yang terkenal di Bandung berdiri diatas konsep BOT dengan GKP.
“Coba lihat GKP dia cuma punya 59 jemaat, dia cuma punya 60 pendeta. Padahal potensi kita lebih baik. Kita harus berani meniru,” kata Ronald menekankan. /fsp