SURABAYA, Arcus GPIB – Pendeta Meiske C. Kolanus-Paransi, S.Th, M.Min, KMJ GPIB Bukit Sion, Surabaya meminta warga gereja untuk mengutamakan kebersamaan mencari solusi ketika ada persoalan di Jemaat.
”Kalau pun ada yang masih kurang, ada yang perlu diperbaiki, ditata, mari kita duduk bersama, kita bergumul, kita mencari solusi bersama, mencari jalan keluar bersama-sama. Ini wujud gereja yang diberkati Tuhan,” kata Pendeta Meiske dalam program Night Call GPIB, Senin 06 Januari 2025.
Ia juga meminta warga jemaat untuk tidak bersikap seperti orang-orang Farisi yang selalu melakukan protes sana-sini, bahkan terhadap Tuhan Yesus pun mereka berani melakukan protes.
“Janganlah seperti orang Farisi, protes melulu. Yesus pun mereka protes,” tandas Pendeta Meiske mengurai Firman Tuhan Lukas 3 : 33 – 35.
Ketika Tuhan Yesus dan murid-muridNya diundang, dijamu oleh Lewi si pemungut cukai, ternyata hari itu adalah hari puasa. Murid-murid Yohanes dan orang Farisi sedang berpuasa tetapi murid-murid Yesus tidak berpuasa.
Yesus pun diprotes oleh orang-orang Farisi karena murid-muridNya tidak berpuasa malah makan minum ditempat Lewi. Yesus menjawab orang-orang Farisi.
Menurut Yesus, puasa itu jangan hanya menjadi suatu kebiasaan belaka semacam rutinitas atau formalitas belaka. Puasa harus dilaksanakan dengan segenap hati dan sukarela. Artinya, tidak terpaksa dan tidak dipaksa dan tidak memaksa orang lain untuk berpuasa.
Lanjut kata Pendeta Meiske, refleksi di masa Epifania ini, Yesus menegaskan bahwa Ia selalu menyertai, baik dalam kehidupan pribadi, kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan berjemaat.
Kalau Yesus ada dalam kehidupan pribadi, kehidupan keluarga bahkan kehidupan persekutuan dapat dipastikan ada kebahagiaan, pasti ada keceriaan. Ini memotivasi untuk tidak perlu lagi kuatir, tidak perlu kita takut, bimbang, ragu menapaki kehidupan ditahun yang baru di 2025.
Tahun 2025 itu adalah Tahun Karunia. Semua diajak untuk tidak hanya memperhatikan atau terpaku pada kelemahan, kekurangan akan kesalahan orang lain dan menganggap diri sendiri yang paling rohani, paling kudus.
Terhadap sikap seperti itu, Pendeta Meiske menyebutnya sebagai orang-orang yang sombong rohani.
Tuhan mengajak memperhatikan kebaikan-kebaikan orang lain, menjaga sikap, baik sikap dalam keluarga, sikap dalam masyarakat, apalagi sikap dalam persekutuan dan sikap dalam berpelayanan. /fsp