LAMPUNG, Arcus GPIB – Bakal Jemaat (Bajem) Makedonia Dipasena menginduk ke GPIB Jemaat Tiberias Lampung. Lokasinya di Kecamatan Rawajitu, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Jarak dari Kota Bandar Lampung menuju GPIB Bajem Dipasena sekitar 142 kilometer dengan waktu tempuh menggunakan kendaraan roda empat sekitar 4,5 jam. Kondisi jalan menuju gereja juga boleh dibilang cukup lumayan.
Pdt.Heber Hutauruk, Pendeta yang melayani sejak akhir Desember 2022 lalu bercerita bahwa dengan jumlah jemaat sebanyak 40 kepala keluarga dan gedung gereja, pastori dan kondisi sosial ekonomi, siap untuk dilembaga menjadi jemaat mandiri. Bajem Makedonia juga memiliki satu pos dengan jumlah jemaat 55 kepala keluarga dari pos Wonobakti Wonorejo, sehingga jika ditotal jumlahnya 95 kepala keluarga.
“Bersama para presbiter di gereja ini, kami terus mempersiapkan diri bahwa bajem ini akan menjadi jemaat mandiri. Apalagi dengan dukungan jemaat-jemaat pendamping kami, seperti GPIB Bukit Moria Jakarta, GPIB Karunia Ciputat, GPIB Horeb Jakarta Timur, dan GPIB Agape Cibubur. Kami berharap dalam waktu dekat mampu menjadi jemaat mandiri,” kata Pdt. Heber.
Dalam pengamatan redaksi Arcus yang ikut berkunjung dalam kunjungan kasih jemaat pendamping pada Jumat-Minggu (3-5 Nov) lalu, kondisi gedung gereja, pastori, keberadaan presbiter hingga jemaatnya memang sudah layak untuk dilembagakan menjadi jemaat mandiri.
Petambak mandiri
Sudarto, salah satu majelis juga bercerita bahwa jemaat Bajem Makedonia semangat untuk terus beribadah dan melakukan aktivitas pelayanan.
“Jemaat kami adalah jemaat yang dulunya petambak dari perusahaan tambak udang PT Dipasena Citra Dermaja. Gedung gereja ini bahkan dibangun oleh perusahaan untuk menampung umat beragama Kristen Protestan untuk beribadah. Namun semenjak perusahaan berhenti beroperasi sekitar tahun 1998/99, maka kami jemaat menjadi petambak mandiri dan kami tetap beribadah di tempat ini. Memang jauh berkurang jemaatnya, namun kami yang masih tinggal di sini masih melanjutkan kegiatan peribadatan hingga sekarang,” kata Sudarto yang sudah ada di Dipasena lebih dari 30 tahun.
Jemaat yang menjadi petambak mandiri juga dijelaskan Pdt. Heber. “Ya memang betul hampir mayoritas jemaat di sini adalah petambak mandiri. Artinya budidaya yang dilakukan mulai pemeliharaan kolam, air, benih hingga panen dilakukan sendiri. Kalau dengar cerita-cerita sebelum yang disampaikan ke saya, kondisi sekarang agak berat ya. Tidak seperti ketika PT. Dipasena-nya masih beroperasi. Tapi jemaat di sini semangat. Kalau waktu-waktu ibadah, mereka kumpul mulai pagi hingga sore hari, meski tempat tinggal mereka berkilo-kilo dari sini. Contohnya pak Darto tadi, ia tinggal di blok yang jaraknya 20 kilometer dari gereja ini. Ada juga yang dekat-dekat tapi itulah kondisinya. Meski jauh, mereka tetap semangat untuk aktivitas pelayanan dan ibadah.”
Luas lokasi daerah tambak Dipassena mencapai 16 ribu hektar lebih. Terdiri dari 16 blok, yaitu blok nol hingga blok 15. Dari 16 blok itu ada sekitar 6 desa, di mana 1 desa terdiri dari 2 blok. Jalan menuju gedung gereja boleh dibilang cukup lumayan. Hamdi Arifin, sopir travel yang mengantar dari Kota Bandar Lampung bercerita, 20 kilo menjelang masuk jalan kondisinya jalannya masih tanah berbatu dan ada beberapa jembatan layang yang sedang dibangun.
“Kalau hujan, jalan tanah akan sulit dilalui. Kalau tidak turun hujan seperti belakangan ini, debu menjadi hal yang biasa dihadapi tiap hari bagi masyarakat yang keluar masuk daerah situ. Saya sudah terbiasa karena saya juga orang di situ,” katanya.
Pdt. Heber menambahkan selain kondisi jalan yang ada, ia juga bercerita soal kondisi ekonomi petambak mengalami situasi paceklik dalam tiga tahun belakangan ini.
“Ya dulu berdasarkan cerita mereka, dalam 3 bulan hasil panen mereka bisa mencapai 3 ton atau kurang. Tapi sekarang jauh turunnya menjadi kurang dari 1 ton atau beberapa kwintal saja. Ada beberapa faktor memang, seperti cuaca, pakan, bibit, air, dan lainnya, namun semua petambak pada umumnya tetap terus berbudidaya sehingga dapat menghidupi dirinya.”
Mendukung kemandirian jemaat
Persoalan petambak mandiri yang mengalami penurunan hasil panen disampaikan pula oleh Pak Sinaga. Saat berkunjung ke tambaknya, ia berkisah panen yang dilakukan tiga bulan sekali tidak selalu menghasilkan sesuai dengan harapan. “Kadang cuma beberapa kwintal tidak mendekati 1 ton. Saya punya dua kolam saja ketika panen beberapa bulan lalu tidak sampai 1 ton. Semoga kali ini panen bisa mencapai 1 ton,” katanya sambil menjaring dan memperlihatkan udangnya yang sudah berusia 2 bulan.
Selain usaha tambak sebagai mata pencaharian utama jemaat Bajem Makedonia Dipasena, Pdt.Heber menjelaskan ada upaya peningkatan ekonomi jemaat.
”Kami sedang mempertimbangkan untuk membeli lahan sawit yang tidak jauh dari gereja ini untuk dijadikan sebagai upaya peningkatan ekonomi jemaat. Memang butuh modal besar namun kami percaya usaha itu dapat membantu perekonomian jemaat yang dampaknya dirasakan gereja,” katanya.
Selain rencana penanaman sawit, upaya lain adalah perbaikan bagi petambak udang. “Yang kami lakukan adalah dengan menjalin komunikasi dan mempromosikan hasil tambak udang jemaat di sini untuk dikirimkan ke pihak luar, misalkan ke kota lain di Sumatera ini dan di Jawa. Upaya ini kami terus lakukan sehingga dampaknya bisa terasa bagi jemaat. Jadi bagi yang ingin memesan udang segar dan dipacking dengan baik, sampai di tempat pemesan kondisi udang masih segar boleh hubungi kami,” tandasnya.
Beri bantuan natura
Dalam kunjungan jemaat pendamping bagi Bajem Makedonia Dipasena diberikan pula sembako bagi warga jemaat dan masyarakat sekitar gereja.
“Yang mendapat bantuan berupa natura tidak hanya warga jemaat Makedonia tapi juga masyarakat di sekitar gereja, warga non Kristen dan warga gereja lainnya di sekitar gereja ini. Kami juga berterima kasih kepada jemaat pendamping khusus dari GPIB Karunia yag memberikan bantuan natura ini,” kata Ibu Roswati Tiurmida salah satu presbiter. /phil