JAKARTA, Arcus GPIB – Allah sedih melihat tingkah laku manusia saat ini yang hidup dalam kejahatan. Manusia tidak lagi memuliakan Allah dan mengasihi sesama. Tegakah kita membuat Allah bersedih hati? Bukankah untuk kehidupan kita, Ia rela mati di salib? Allah sangat mengashi kita.
Pernyataan itu disampaikan Pdt. Sealthiel Izaak dalam renungannya Selasa (25/10/2022) mengangkat tema “KESEDIHAN ALLAH” mengurai Firman Tuhan dari Yeremia 9: 1-11.
Kesedihan Yeremia adalah kesedihan Allah. Yeremia sebenarnya sedang mengekspresikan kesedihan Allah. Karena umat yang dipilih-Nya dan dibebaskan-Nya, tidak hidup sesuai kehendak-Nya. Padahal Allah ada ditengah mereka, melihat bahkan mengalami seluruh proses kehidupan mereka. Kesedihan Allah, karena Allah sangat mengasihi mereka. Allah tidak menghendaki mereka binasa.
Yeremia mengalami kesedihan mendalam. Pelayanannya tidak mendapat tanggapan yang baik dari umat Tuhan. Mereka tidak mau bertobat. Karena itu dalam sanjaknya Yeremia mengatakan: “sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku jadi pancuran air mata maka siang malam aku akan menangis.” (ay.1). Yeremia sedih karena umat Tuhan tidak setia (ay.2), berdusta (ay.3), menipu dan memfitnah (ay.4,5,8), menindas (ay. 6). Maka Allah menghukum mereka dengan hukuman yang berat (ay.9-11).
“Apakah kita juga bersedih, prihatin, melihat tingkah laku manusia yang jahat saat ini? Ataukah kita menganggap itu hal yang biasa? Kalau kita sungguh hidup dalam Tuhan dan mengasihi Dia, pasti kita sedih melihat dunia yang menderita: karena dampak pandemi covid 19, resesi ekonomi global, pergumulan keluarga dan gereja-Nya, dan lainnya. Mari terus berjuang dan berdoa bersama untuk kehidupan yang damai, aman dan sejahtera.”
Catatan Arcus Media Network, mengutip renungan pagi SBU GPIB 25/10/2022 disebutkan, luapan perasaan TUHAN tentang Israel, umat-Nya. TUHAN menyampaikan kepada Yeremia bahwa la merasa lelah dalam menyertai bangsa Israel yang selalu memberontak. Mereka digambarkan sebagai orang-orang yang tidak setia, gemar berdusta, serta hidup dari satu kejahatan ke kejahatan lainnya.
Meski demikian, TUHAN bergumul ketika hendak menghukum mereka sebab la sangat mengasihi umat-Nya. Namun sifat-Nya yang adil tidak dapat membiarkan kejahatan Israel berlangsung selamanya.
Keadilan TUHAN pun ditegakkan dengan membiarkan Yerusalem menjadi timbunan puing dan kota yang ditinggalkan oleh penduduknya.
Sama seperti manusia, TUHAN juga punya perasaan. la membenci perzinahan, tipu muslihat, dusta, dan penindasan. Hati TUHAN hancur melihat orang-orang pillhan-Nya yang hidup tanpa aturan, tanpa moral, dan tanpa belas kasihan kepada sesamanya.
“Jangan mengira bahwa status istimewa sebagai umat TUHAN dapat melepaskan kita dari hukuman-Nya. Bukankah TUHAN menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan la menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak (lbr. 12:6)?”
“Karena itu, marilah kita menjauhi kejahatan dan menaati perintah-Nya. Berhentilah menguji kesabaran TUHAN, apalagi mempermainkan perasaan-Nya. Jika kita) sungguh-sungguh mengasihi TUHAN, berbaliklah segera kepada-Nya. Sebab pada DIA ada pengampunan = dan pembenaran.”
“Anugerah-Nya akan memulihkan kehidupan kita. Selamat berkarya dan memuliakan TUHAN!” /fsp