JAKARTA, Arcus GPIB – Menjaga sikap dan perbuatan agar tidak menyakiti hati sesama, baik kepada anak maupun sesama. Kita tidak dapat bersikap semena-mena terhadap orang lain, termasuk anggota keluarga kita.
Demikian renungan pagi Sabda Bina Umat (SBU) GPIB Jumat 07/10/2022 mengangkat tema “Jangan Sakiti Hati Sesamamu” mengurai teks Firman Tuhan Kolose 3 : 18 – 21.
Disebutkan bahwa dampak dari menyakiti hati orang lain adalah melukai, kehilangan semangat hidup, kemarahan dan kepahitan hidup seseorang. Hidup saling mengasihi bukannya menyakiti.
Paulus menasihatkan orang tua tentang tanggung jawab terhadap anak-anaknya tentang larangan dan dampak dan larangan itu: Larangan “Janganlah sakiti hati anakmu” (ayat 21a): Dampaknya: “supaya jangan tawar hatinya” (ayat 21b).
Paulus memberikan nasihat yang berisi larangan dan dampaknya terhadap relasi antar keluarga karena posisi anak-anak dalam konteks budaya kuno cukup memprihatinkan, mereka yang masih berada di bawah pengawasan ayahnya, tidak memiliki hak apapun.
Anak-anak adalah properti sang ayah. Dalam kasus tertentu keadaan anak-anak lebih menyedihkan danpada para budak, karena Ayah berhak menentukan apakah bayi yang lahir layak untuk hidup atau tidak.
Ayah dapat menjual anak-anaknya menjadi budak, bahkan setelah anak itu bebas, ia masih bisa djual lagi. Jadi, Ayah berkuasa atas hidup anak-anaknya.
Keberadaan anak-anak yang memprihatinkan inilah yang mendorong Paulus menasihati para ayah agar tidak menyakiti hati anak-anaknya. “Sakiti hati” artinya mengaduk-aduk hati seseorang, baik untuk sesuatu yang buruk maupun baik.
Dampak dari larangan tersebut adalah agar menjaga hati anak-anak supaya tidak jadi tawar. Alkitab versi Inggris menerjemahkannya dengan “kehilangan hak atau “dipatahkan semangatnya” atau berkaitan dengan “kemarahan” dan kemarahan berubah menjadi kepahitan. /fsp