JAKARTA, Arcus GPIB – Paulus mengajak untuk melihat lebih jauh dari sekadar keragaman yang ada dalam pelbagai persekutuan yaitu seberapa jauh setiap orang, yang dikatakan sebagai yang unik, juga menjadi pribadi yang telah dibarui oleh Roh Tuhan.
Demikian renungan Edisi Malam Sabda Bina Umat (SBU) GPIB Sabtu (03/12/2022) mengangkat tema “Ciptaan Baru” mengurai Firman Tuhan dari Galatia 6 : 14 – 18.
“Apalah arti keragaman kalau setiap orang di dalamnya tidak ada yang baik.”
“Kita seringkali terbuai dengan keragaman yang memperkaya persekutuan atau komunitas kita tanpa memperhatikan adakah di dalam keragaman itu setiap orang memiliki itikad baik, cara berkomunikasi yang santun, memperlakukan sesamanya dengan hormat, menebarkan harapan serta semangat membangun sehingga damai sejahtera memenuhi persekutuan itu.”
Umumnya, ketika keragaman diterima dalam suatu persekutuan atau komunitas, kecenderungan orang untuk menampilkan keunikannya secara dominan lalu memaksa orang lain untuk memaklumi dan memberi tempat bagi keberadaannya dapat memicu konflik.
Belum lagi ketika dalam keragaman, orang menemukan persamaan dan mulai membentuk kelompok. Kelompok – kelompok kitu pun sangat berpotensi untuk memunculkan persaingan satu sama lain.
Karena itu, benarlah yang dikatakan Paulus bahwa perbedaan itu tidak ada artinya kecuali setiap orang di dalamnya sudah berubah menjadi baik. Ketika setiap orang sudah menjadi ‘ciptaan baru,’ berada di tengah keragaman maupun homogenitas tidak akan menjadi persoalan baginya.
Beberapa tahun belakangan ini, baik di masyarakat maupun di gereja sampai di keluarga, perbedaan antar setiap orang mulai diterima dan dihargai sebagai kekayaan dari suatu peradaban.
Dari sedemikian panjang penjelasan Paulus tentang perbedaan antara orang Kristen (orang-orang milik Kristus) dengan yang bukan (yang masih belum percaya), pada akhirnya Paulus menegaskan bahwa bukan perbedaan yang seharusnya diperjelas tetapi perubahan diri menjadi ciptaan baru itulah yang perlu diperlihatkan. ***