SINGKAWANG, Arcus GPIB – Konferensi Sinodal (Konferdal) Germasa GPIB 2023 di Singkawang merajut kerukunan beragama dengan mengadakan temu cendekiawan agama Kristen, Hindu, Buddha, Islam, dan Konghuchu. Pertemuan digelar di Vihara Vimala Chandra Arama, Singkawang, Kalbar, Senin (21/08/2023).
Para cendekiawan itu adalah Pendeta Jimmy Sormin, M.A dari PGI, Bhante Tithanyano dari Buddhis, Ida Sri Bandem dari PHDI Kalbar, Sutadi, S.H. dari Matakin Kalbar, dan Prof. Dr. H. Singgih Tri Sulistiyono dari LDII.
Tersimpul dari pertemuan lima tokoh agama yang dipandu Pendeta Rully Haryanto bahwa kerukunan beragama harus terus dirawat dengan komunikasi yang baik, melakukan silaturahim dan pertemuan-pertemuan lintas iman untuk mengatasi krisis kepercayaan.
Prof. Dr. H. Singgih Tri Sulistiyono dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) mengatakan, keberagaman dalam perbedaan itu kehendak Allah yang perlu dijiwai dengan rasa persatuan untuk mendatangkan kejayaan bangsa dan negara.
Di LDII dan umat Islam pada umumnya, kata Singgih, pihaknya selalu menekankan bahwa keberagaman itu kehendak Tuhan.
“Kepada warga LDII dan warga umat Islam pada umumnya kami selalu membangkitkan kesadaran bahwa Tuhan menciptakan beranekaragam. Kepercayaan Islam Allah menciptakan manusia itu berjenis-jenis, beranekaragam dengan tujuan adalah supaya saling kenal mengenal,” kata Prof. Singgih.
Menurut Singgih, bangsa Indonesia ini bagian dari sunnahtolloh atau hukum Allah. Artinya bangsa Indonesia ini bangsa yang beragam yang multikultural ini bagian dari sunnahtulloh yang tidak bisa diingkari.
Pendeta Jimmy Sormin dalam kesempatan itu mengatakan, relasi keseharian memiliki imunitas menghadapi gerakan-gerakan konservatif atau gerakan-gerakan fundamentalis yang mendorong terjadinya perpecahan di masyarakat.
“Kalau ada imunitas itu, tidak terjadi konflik yang lebih besar. Artinya, seluruh gereja memahami bahwa kita berada di negeri ini dengan populasi muslim terbesar di dunia dengan agama-agama yang banyak,” ujar Pendeta Jimmy.
Dikatakan, kalau zaman Soehato bicara agama atau mempertemukan tokoh-tokoh agama dilarang untuk saat ini disarankan perlunya diskusi-diskusi keseharian terus didorong.
Bhante Tithanyano mengatakan, soal krisis antar iman dikalangan umat Buddha krisisnya bukan hanya antar iman saja. Tapi inter iman itu sendiri.
“Karena kita tahu bahwa ada agama Buddha sendiri terdiri dari banyak sekte. Seringkali antar sekte bisa terjadi krisis juga,” tandas Tithanyano.
Dikatakan, kominikasi antar umat, komunikasi antar pemimpin, dialog, menjalin tali silaturahim sesama umat yang lain dengan keyakinan yang lain sangat penting./ fsp