Semua itu terjadi karena intervensi Allah. Jangan pernah berpikir kalau seng ada beta gereja ini tidak ada. No Way. Intervensi Allah tidak bisa dibatasi.
BOGOR, Arcus GPIB – Sapaan dalam dalam bahasa Belanda Pendeta Elly D. Pitoy De Bell membuka khotbahnya di Ibadah Syukur 104 tahun GPIB Zebaoth Bogor Minggu 04 Februari 2024. Sapaan so pasti menyegarkan dan memberi semangat warga jemaat seraya mengenang Zebaoth dimasa lalu.

Narasi mengenang “Zebaoth” Bogor oleh Gerakan Pemuda.
Mengenakan ketopong adat Papua, sapaan Sekretaris Umum Majelis Sinode GPIB tersebut disambut sukacita warga jemaat dengan balasan-balasan dalam bahasa Belanda penuh semangat dari warga jemaat GPIB Zebaoth Bogor yang mengikuti ibadah pukul 09.00 wib tersebut.
Menurut Pendeta Elly, Zebaoth telah menjadi tempat dimana Allah ada dan tinggal. Bogor telah menjadi tempat perjumpaan.
“Kota ini kota toleran. Ada istana, ada gereja disini, keragaman itu kuasa Allah. Semua itu terjadi karena intervensi Allah. Jangan pernah berpikir kalau seng ada beta gereja ini tidak ada. No Way. Intervensi Allah tidak bisa dibatasi,” kata Pendeta Elly.

Pdt. Elly D. Pitoy De Bell memimpin Doa Bersama para Calon Legislatif.
Dikatakan, dulunya Zebaoth adalah Nederland Spreken Gemente, gereja yang berbahasa Belanda. Namun proses berlangsung dalam alur perjalanan Tuhan menata Zebaoth menjadi tempat perjumpaan segala bangsa.
”Kami tahun 2018 membawa 24 perempuan perwakilan sinode dari Presbiterian Women Church, mereka begitu mengagumi bahwa inilah tempat perjumpaan bangsa-bangsa,” ungkap Pendeta Elly dalam ibadah yang dirangkai dengan Doa Bersama Calon Legislaltif DPRD dan DPR RI.

Pendeta Margie Ririhena De Wanna mengenakan busana etnik Maluku Tenggara.
Ketua Majelis Jemaat GPIB Zebaoth Bogor, Pendeta Margie Ririhena De Wanna, D.Th menyatakan rasa Syukur atas usia 104 tahun GPIB. Hari ini patut mengucap syukur kembali kepada Tuhan yang telah mengaruniakan gedung gereja yang indah dan megah.
Di Gedung ini telah berlangsung beragam pelayanan baik itu baptisan kudus, perjamuan, perayaan hari gereja, pemberkatan perkawinan, percakapan-percakapan penting berlangsung selama 104 tahun dari dalam gedung gereja ini.

Paduan Suara Bajem Pura Tajur Halang bersama Pdt. Elly Pitoy, Pdt. Margie Ririhena dan Pdt. Esthetiana Rap Rap usai Ibadah.
”Kita bersyukur karena kita memaknai bahwa ini bukan sekadar sebuah gedung, bukan sekadar sebuah bangunan tapi lebih daripada itu inilah simbol dari Persekutuan dan Pelayanan Kesaksian umat Tuhan yang telah dan terus berlangsung dari tempat ini,” kata Pendeta Margie.
Mari, ajak Margie, untuk terus merawat gereja intergenerasional di era digital ini dengan menjadikan kasih sebagai pengikat yang mempersatukan semua. /fsp