JAKARTA, Arcus GPIB – Penghukuman Allah menyadarkan untuk senantiasa melakukan yang baik dan benar. Melalui penghukuman-Nya, Allah mendidik untuk percaya dan menjauhkan diri dari perbuatan dosa.
Demikian renungan malam Sabda Bina Umat (SBU) GPIB Kamis (29/9/2022) mengangkat tema “Penghukuman Allah” mengurai teks Firman Tuhan Zefanya 2: 10 – 15.
“Barangsiapa yang setia dan taat sampai akhir, akan menerima mahkota kehidupan yang kekal. Oleh sebab itu, sebagai seorang pemimpin atas diri sendiri, maka mulailah berlaku baik, sehingga membawa dampak yang baik bagi sesama.”
“Belajar untuk percaya dengan sungguh kepada Allah, tidak mudah dipengaruhi, dan tidak menduakan Allah dalam hidup ini. Cepat atau lambat, kita akan menuai apa yang kita lakukan dalam kehidupan ini.”
Ungkapan yang mengatakan bahwa apa yang ditabur, itu juga yang dituai. Jika seseorang menabur kebaikan maka ia akan menuai kebaikan, jika keburukan yang ditabur maka ia akan menuai keburukan. Dan semua itu akan terjadi pada waktunya.
Mengenai penghukuman Allah, catatan Arcus Media Network mengutip gotquestions.org untuk orang yang percaya kepada Yesus, semua dosa kita – di masa lalu, saat ini, dan masa mendatang – telah dihukum di kayu salib. Sebagai orang Kristen, kita tidak pernah dihukum untuk dosa.
Hal itu telah lunas terbayar sekali untuk selamanya. “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus” (Rom 8:1). Karena pengorbanan Kristus, Allah hanya melihat kebenaran Kristus ketika Ia melihat kita. Dosa kita telah ditebus di kayu salib oleh Yesus. Karena itu, kita tidak akan dihukum untuk itu.
Jika kita terus berbuat dosa, tidak berbalik dan bertobat, Allah akan mendisiplinkan kita. Jika Ia tidak melakukannya, Ia bukanlah seorang Bapa yang mengasihi dan peduli.
Sama seperti ketika kita mendisiplinkan anak-anak untuk kebaikan mereka, begitu pula Bapa di surga mendisiplinkan anak-anaknya dengan penuh kasih, demi kebaikan mereka. Ibr 12:7-13 mengatakan, “Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak.
Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.
Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.
Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.”
Disiplin adalah cara Allah mengubah anak-anak-Nya dari yang memberontak menjadi taat. Melalui pendisiplinan, mata kita dibukakan lebih jelas terhadap pandangan Allah mengenai hidup kita.
Seperti Raja Daud berkata dalam Maz 32, disiplin menyebabkan kita mengakui dan berbalik dari dosa yang belum dituntaskan. Dengan cara ini, disiplin membersihkan kita. Ia juga merupakan pendorong. /fsp