SAMARINDA, ArcusGPIB.com – Vikaris Nurmala br Ginting diteguhkan sebagai pelayan firman dan sakramen di GPIB Immanuel, Samarinda. Sejumlah pendeta di se-Mupel Kaltim 2 turut serta hadir dalam peneguhan Minggu 12 September 2021 itu.
Ketua I Majelis Sinode Pdt Marthen Leiwakabessy S.Th menyatakan rasa bangganya kepada keluarga besar Nurmala br Ginting yang telah mempersembahkan anaknya menjadi pelayan firman dan sakramen.
“Terimakasih kepada keluarga besar Ginting yang mau mempersembahkan seorang anak, untuk menjadi pelayan firman dan sakramen. Karena belum tentu semua jemaat mau mempersembahkan anaknya menjadi pelayan firman dan sakramen, tidak semua, tapi biasanya sisanya,” tandas Pdt Marthen saat meneguhkan Vikaris Nurmala br Ginting menjadi pendeta.
Menurutnya, yang sering terjadi karena tidak lulus dimana-mana lalu masuk Sekolah Tinggi Teologia (STT).
“Tidak lulus A, tidak lulus B, sudah Nak masuk sana STT. Tapi sekarang tidak, kalau mau mempersembahkan, persembahkan yang terbaik buat Tuhan. Karena Tuhan tidak pernah mempersembahkan sisa,” tandas Pdt Marthen.
Mentor 1 Pdt. Lefijandrie R.J. Kembuan mengatakan, Pdt Nurmala banyak mengalami pengalaman iman, mengalami hal-hal yang tidak membawa sukacita, mengalami hal-hal yang membawa air mata.
“Dalam seluruh proses vikariat tahun pertama, saya selaku mentor 1 dan vikaris, kami sama-sama belajar melihat bahwa seluruh pergumulan adalah berkat Tuhan. Tuhan yang melengkapi kita semua dalam pelayanan dan kesaksian,” kata KMJ GPIB Obor Banten ini.
Mentor 2 Pdt Yan Paul Kawandung Tacazily memberikan pesan-pesan kuat kepada Pdt Nurmala br Ginting dalam memasuki pelayanan-pelayanan di GPIB kedepan dengan segala pergumulan yang bakal dihadapi.
“Kamu bukan vikaris dengan mentor lagi. Tapi kamu sudah kawan sekerja. Pesan saya, orang lain bisa nodai togamu putih itu, tapi kamu jangan nodai itu. Selamat melayani anakku, Tuhan Yesus menyambutmu di pos yang baru nanti,” tutur KMJ Immanuel Samarinda ini.
Dalam khotbahnya, Pdt Nurmala br Ginting bertema “Mengembangkan Aksi Solidaritas” mengajak warga jemaat untuk tidak memaksakan kehendak dengan cara-cara ego yang hanya mementingkan selera sendiri karena dapat membuat perpecahan di jemaat.
Paulus mengirim surat sampai empat kali karena jemaat di Korintus terancam pecah, karena selera-selera yang berbeda tapi dipaksakan secara egois.
Menurut Pdt Nurmala, kehidupan di jemaat Korintus masih sering terjadi dalam kehidupan bergereja. Ada yang senang khotbah itu singkat padat dan jelas, ada yang suka khotbah itu lucu, Ada juga yang suka khotbah itu pakai bahasa-bahasa teologis.
Selera-selera ini, jangan sampai membuat lupa bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Karena itu jangan anggap remeh jika pelayan firman tidak sesuai dengan selera, apalagi sampai pada membanding-bandingkan.
“Kalau penatua A itu lebih bagus lho khotbahnya daripada penatua B. Diaken A lebih aktif daripada Diaken B. Pengurus Pelkat A lebih baik dari Pengurus Pelkat B. Atau yang lebih sering terjadi dalam jemaat. Pendeta yang dulu, itu lebih baik dari pendeta yang sekarang,” kata anak dari Rahmat Ali Ginting dan Litngena Br. Singarimbun yang akan menempati Pos Sintang, Kalbar.
Inilah, kata Pdt Nurmala, yang Paulus takutkan jika jemaat mengikuti egonya masing-masing, maka bisa terjadi perpecahan dan juga berdampak pada pelayanan pekerjaan Tuhan di Jemaat.
“Ada jemaat yang lebih pro ke penatua A mau dia salah kek, mau bagaimana pun sikapnya karena sudah pro, sudah konco, jadi ya udah, dibela aja terus. Atau ke pendeta B, atau ada yang lebih pro ke Pelkat C, akhirnya yang tidak pro dimusuhi, dijauhi,” tutur alumni STFT Jakarta ini.
Sikap ini, katanya, akan berdampak pada pekerjaan Tuhan. Bisa saja, misalnya disatu jemaat mengidolakan satu pelayan, maka ada beban yang akan dipikul oleh pelayan yang menggantikan. Karena akan ada rasa takut kalau saja pelayanannya tidak sama dengan pendeta sebelumnya, PHMJ yang sekarang tidak sama dengan yang sebelumnya.
Akan ada ketakutan-ketakutan karena standar yang diberikan oleh jemaat kepada para pelayan. Inilah yang Paulus kuatirkan yang kemudian nanti sikap ini yang akan menghambat para pelayan untuk melayani dengan segala kekurangan dan kelebihan.
“Saya yakin setiap orang ingin baik dalam persekutuan. Kemajuan itu harus diupayakan dengan dukungan-dukungan bagi para pelayan. Dukungan dapat dimulai dengan kritik-kritik yang membangun semangat yang memotivasi.”
“Jadi kalau pelayan-pelayan Tuhan tidak sesuai dengan selera kita, tetaplah menghargai, karena Tuhan yang mengutus pelayan-pelayan itu di tengah jemaat. Kita boleh beragam selera tetapi satu rasa dalam tanggung jawab kepada Kristus Sang Kepala Gereja.
“Jadi jangan menghalangi pekerjan Tuhan dengan keegoisan yang kita miliki karena siapapun pelayan yang hadir di tengah-tengah jemaat, mereka memiliki keunikan masing-masing.” /fsp