ArcusGPIB.com – Hari Kesaktian Pancasila selain diperingati untuk mengenang para pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S), ternyata juga dimaknai secara mendalam, khususnya nilai-nilai Pancasila yang dapat mewujudkan terwujudnya kerukunan antar umat beragama di Indonesia.
Hal inilah mengemuka dalam diskusi interaktif “Kesaktian Pancasila Menjawab Tantangan Kerukunan” di Graha Mental Spiritual Pemprov DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (1/10).
Acara yang terselenggara atas kerjasama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta dan RPK FM ini menampilkan narasumber, Prof. Dr. Dede Rosyada., MA, (Ketua FKUB DKI Jakarta, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Periode 2015 – 2019), dan Pendeta Manuel Esau Raintung., S.Si., MM, (Wakil Sekretaris FKUB DKI Jakarta dan Ketua Majelis Pertimbangan PGI DKI Jakarta), dipandu Argopandoyo sebagai moderator, Jurnalis Radio dari RPK FM Jakarta.
Menurut Dede Rosyada, hari peringatan Kesaktian Pancasila menjadi saat yang tepat untuk setiap masyarakat mendapatkan pemahaman pentingnya nilai kerukunan dalam bingkai Pancasila.
“Hari peringatan ini harus menjadi momentum bagi kita semua, menjadi aktor untuk mengedepankan kerukunan. FKUB punya komitmen yang sama, kita sebagai indirect actor untuk menyebarluaskan dan menjelaskan apa itu kerukunan.
FKUB itu sangat strategis, agar masyarakat mengenal apa itu kerukunan, manfaat dan pentingnya hidup rukun, lalu tindakannya seperti apa. Dan diseluruh Indonesia, FKUB yang mendapat mandat untuk menyebarkan pesan kerukunan, yaitu jangan sampai masyarakat punya pemikiran karena berbeda agama, lalu jadi merasa bukan saudara, thats is your brother and sister,” katanya.
Dirinya menambahkan semangat untuk terus menyebarkan pesan kerukunan antar umat beragama kepada masyarakat, harus konsisten dijaga dan dilakukan, karena jika tidak, ada dampak berbahaya yang terjadi, terutama kepada generasi yang lebih muda.
“Jangan sampai perpecahan menjadi virus yang menjangkiti setiap anak-anak generasi muda, karena mereka tidak diajarkan mengenai kerukunan. Karena nggak mungkin Indonesia menjadi negara agama, tapi tetap bhineka tunggal ika, siapa yang mau? lebih baik kita berada pada nilai-nilai toleransi, respek, dan akhirnya mendapatkan kerukunan dan kebahagiaan bersama-sama,” tambahnya.
Sementara itu Manuel Raintung meneropong mengenai Pancasila yang didalam setiap nilainya bertujuan untuk membuat setiap orang, lepas dari latar belakangnya, dapat bekerjasama dan bersatu.
“Sudah dua tahun terakhir ini ada ajakan untuk membangun dan mengembangkan moderasi beragama. Dari indikator moderasi beragama itu adalah penguatan kebangsaan dengan penghayatan Pancasila. Jadi kalau Pancasilanya nggak sakti, ya kita semuanya juga bisa berantakan. Tapi dengan adanya Pancasila yang memang sudah bergerak sejak awal bangsa ini ada, saya kira semakin semakin kuat dan semakin saling mengisi satu dengan yang lainnya.”
Lebih jauh Manuel mengajak setiap umat, terutama umat Kristen secara khusus untuk memahami nilai-nilai Kekristenan yang berbicara mengenai Kerukunan. “Panggilan Orang Percaya, panggilannya adalah menyatu dengan semua, ada pernyataan “Gereja Bagi Semua Orang”.
Ini yang saya sebut, Gereja itu harus tembus pandang. Susah kalau Gereja hanya dikenal karena tembok. Ajaran gereja adalah kedamaian untuk semua orang, bukan untuk diri sendiri. dia nggak bisa melihat orang lain susah, dia harus bisa bersama dengan orang lain, jadi prinsip kerukunan itu diajarkan dan harus dikedepankan,” pungkasnya.
Diakhir dari diskusi ini, kedua narasumber sepakat bahwa nilai-nilai Pancasila, juga kerukunan sebagai salah satu turunannya, harus dapat disebarkan sebagai alat mempersatukan masyarakat untuk bekerjasama, dan juga membangun kesetiakawanan sosial, sebagai bentuk secara nyata gotong-royong dan tolong menolong diantar umat beragama. ***