JAKARTA, Arcus GPIB – “Pendeta sebagai Fasilitator Masyarakat: Peran, Fungsi, dan Kecakapan” dibahas tuntas dalam forum Pendidikan Oikoumene Keindonesiaan – GPIB, 22 November 2023. Kegiatan digelar di ruang pertemuan Kantor Majelis Sinode GPIB dengan narabina Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Pendeta Jimmy M. Immanuel Sormin.
Dalam kesempatan itu kepada 30 Pendeta yang merupakan peserta Pendidikan Oikoumene Keindonesiaan Pendeta Sormin mengajak untukm peduli dan mau memberi perhatian terhadap apa-apa yang bisa dikembangakan di jemaat.
Dikatakan, melalui aset yang ada seorang pendeta di jemaat dapat mengemangkan potensi yang ada yang dimulai dari diri pendeta. “Aset tidak hanya berupa uang, tapi bisa juga dari skill, talenta, keahlian, jaringan, pemuda, sepuh da Penghasilan,” ungkap Pendeta Sormin.
Untuk bisa melakukan dan mengembangkan potensi yang ada, perlu kemampuan memfasilitasi masyarakat agar partisipatif. Pertimbangkan beragam metode, misalnya ceramah, diskusi, studi kasus, permainan dinamika kelompok, bermain peran, atau kunjungan lapangan serta menggali pendapat peserta lebih rinci.
Kecakapan fasilitator sangat diperlukan. Fasilitator dituntut untuk melihat masyarakat bukan sebagai obyek tapi sebagai subyek kegiatan yang harus ditingkatkan ketrampilan dan sikapnya. Harus bisa berempati sehingga memiliki kesabaran dalam mengikuti proses.
Kegiatan pengembangan ekonomi warga bukan hanya berfokus terhadap hasil tapi lebih menitikberatkan pada proses. Dalam mendampingi pertemuan, fasilitator bukan menjadi pusat perhatian.
Menurut Sormin, kehadiran Pendeta itu adalah sebagai fasilitator atau pembina. Sebagai fasilitator ia harus mampu memberikan masukan dan pertimbangan yang diperlukan oleh pelaku masyarakat dalam menghadapi masalah. Memberikan kemampuan dasar yang diperlukan oleh warga untuk maksud perubahan yang ingin dicapai, misalnya dalam mengelola keuangan, kepemimpinan, berkomunikasi yang tepat, dan hal-hal lain yang dikuasai oleh fasilitator.
“Seorang fasilitator mempunyai peran intermediasi atau menjadi penghubung masyarakat dengan berbagai lembaga yang terkait dan diperlukan dalam rangka pengembangan masyarakat,” kata Sormin sembari mengajak peserta melakukan permainan yang dibagi ke dalam tiga kelompok.
Permainan digambarkan sebagai pemanfaatan aset yang ada pada diri seorang pendeta untuk digunakan sebagai sarana pengembangan pelayanan. Alhasil, dari permainan tergambar betapa pelayanan harus dimulai dari diri sendiri. Artinya, pelayanan harus dimulai dari diri seorang pendeta dengan apa yang ada padanya, aset atau apapun itu yang ada pada diri pendeta.
Dalam permainan, ketiga kelompok yang dibentuk masing-masing pendeta melepaskan apa yang dimiliki dan meletakkannya sebagai bukti penyerahan memulai pelayanan dari aset diri sendiri. Tidak hanya melepaskan apa yang melekat dalam diri seperti kain dan selendang, ada Pendeta yang rela melepas kalung emas, melepas baju bahkan tubuh menggeletak sebagai bukti penyerahan bagi pelayanan.
Sebagai informasi, kegiatan Pendidikan Oikoumene Keindonesiaan GPIB (POK) berlangsung dari tanggal 20 hingga 25 November 2023. Dan pada 21 November 2023 peserta telah melakukan perkunjungan ke Kantor LEMHANNAS dan Kantor PGI Jakarta. /fsp