JAWA BARAT, Arcus GPIB – Derap langkah layan Gerakan Pemuda patut diacungi jempol. Derap langkah perdamaian dirajut dalam irama kebersamaan dengan menyapa khalayak Muslim di masjid , menyapa khalayak kaum Budhis di vihara dan menyapa warga Konghuchu di Kelenteng.
Sapaan disampaikan dalam rangkaian acara “VIRTUAL CONCERT GP GPIB MUPEL JABAR 2” yang diselenggarakan pada 26 Maret 2022. Apa saja rangkaian acara itu. So pasti semua ingin tahu. Acara yang dipandu oleh Cika Tetelepta dan Hans Isser ini menarik karena diisi dengan kreativitas anak muda yang tidak membosankan.
Sosok aktivis GPIB Juwilzon Pattinasarany menyatakan kebanggaannya atas apa yang dicapai Gerakan Pemuda Jawa Barat 2 ini yang hadir ditempat-tempat yang tidak pernah dijangkau oleh kawula muda Kristen pada umumnya seperti masjid, vihara dan kelenteng.
“Selamat berkiprah & menerobos tembok2 ego antar umat beragama,” ungkap Juwilzon Pattinasarany menanggapi kegiatan “VIRTUAL CONCERT GP GPIB MUPEL JABAR 2” tersebut.
Sapaan Assalamualaikum dari Pdt. Marinus R.T. Mainaky, S.Th Ketua Mupel Jabar 2 terasa semakin merekatkan keberadaan, menepis batas antara sesama umat Tuhan dalam kegiatan lintas agama ini sembari memperdengarkan lagu “Indonesia Pusaka” yang dinyanyikan merdu oleh personel GP Mupel Jabar 2.
Apa kata Ustad Kurnia Solihin, S.Pd. I, pengurus Masjid Al Mutaqim Jawa Barat mengenai “VIRTUAL CONCERT GP GPIB MUPEL JABAR 2” ini? Dalam wawancaranya dengan Venesia Maria Christina dan Zefanya Ka Toda Watu di masjid Al Mutaqim Ustad Kurnia Solihin menyatakan rasa syukurnya, karena melalui kegiatan tersebut bisa merangkai toleransi dan perdamaian.
“Perdamaian bukan cuma agama kami, agama muslim. Setiap agama, agama apapun itu pasti menganjurkan untuk saling toleransi untuk salaing menjaga perdamaian antar agama satu dengan agama lain. Bahkan diagama kami sendiri kami diajarkan untuk toleransi antar umat,” tutur Ustad Kurnia.
JS. Kristan Pembina Konghuchu, di Kelenteng Hok Tek Bio Ciampea mengatakan, gesekan-gesekan yang sering terjadi di lintas agama karena tidak adanya pertemuan-pertemuan yang intens menata kebersamaan satu terhadapa lainnya.
“Konflik agama itu steroe tipe, tidak pernah ada perjumpaan diantara kita. Perbedaan harusnya menjadi kekuatan dalam berbangsa,” tutur JS. Kristan. /fsp