JAKARTA, Arcus GPIB – Masa Prapaskah dimulai pada hari Rabu Abu. Sebagaimana diketahui Rabu Abu dimulai 40 hari sebelum Paskah atau 2 Maret 2022.
“Hari Rabu Abu yang telah menjadi bagian dari liturgi GPIB, yang dilaksanakan setiap tahunnya,” kata Ketua Umum Majelis Sinode GPIB Pdt. Drs. P.K. Rumambi, M.Si dan Sekretaris Umum Pdt. Elly D. Pitoy – de Bell, S.Th dalam suratnya tertanggal 24 Februari 2022 tentang Penjelasan dan Petunjuk Pelaksanaan Ibadah Rabu Abu.
Lanjut disampaikan, ibadah Rabu Abu ini diikuti oleh semua anggota keluarga, baik yang sudah dibaptis maupun yang belum dibaptis, dapat menerima abu.
Proses pelaksanaannya dilakukan oleh pemimpin ibadah dengan menandai abu pada dahi atau kepala menyerupai tanda salib, sambil mengucapkan “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil atau rumusan lainnya yaitu “Ingatlah Saudara, kita ini debu dan akan kembali menjadi debu” penerima abu mengucapkan “Amin”.
Abu yang dioleskan didahi atau ditaburkan di kepala, menunjukkan bahwa kepala mewakili seluruh kehendak kita untuk bertobat.
Abu memiliki makna kesengsaraan, malu, kerendahan diri di hadapan Allah (Kej. 18:27), perasaan sedih karena berdosa. Oleh sebab itu, abu memberikan gambaran kelabu, suram, dan gambaran kelemahan sekaligus dosa manusia.
Abu yang dipakai dalam ibadah Rabu Abu tidak dapat dipisahkan dari Minggu Palma sebagai peringatan ketika Yesus diarak masuk ke kota Yerusalem sebagai Raja dan Penebus. Dilaksanakan seminggu sebelum Minggu Paskah.
Minggu Palma menjadi kenangan akan permulaan kisah sengsara Yesus. Daun Palma biasanya dipasang di belakang salib pada dinding. Pada hari Rabu Abu, daun Palma –yang telah setahun lalu dipakai dan kini sudah mengering—akan dibakar dan abunya dipakai untuk mengolesi dahi.
Warna liturgi pada hari Rabu Abu adalah ungu yang melambangkan tobat, keprihatinan, dan matiraga. Pertobatan merupakan langkah penting menuju pembaruan hidup rohani. /fsp