JAKARTA, Arcus GPIB – Tugas keimamam adalah tugas orang percaya. Setiap orang percaya adalah imam di dalam keluarga, gereja dan masyarakat. Demikian disampaikan Pdt. (Em) Sealthiel Izaak, Kamis (12/5).
“Sebagai imam menjadi “perantara” antara Allah dan manusia dan tugas berdoa syafaat,” kata alumni Institut Injil Indonesia, Batu Malang ini merujuk Wahyu 1:6;5:10; 20: 6.
Sebagai imam, katanya, harus hidup dalam kesucian dan bertanggungjawab.
“Kepada kita diberi “tugas pembebasan”. Pembebasan dari berbagai masalah: penjajahan, ketidakadilan, kemiskinan, berbagai belenggu dosa dan kehidupan. Tugas ini menjadi semakin penting ketika kita hidup ditengah dunia yang penuh kejahatan dan ketidakadilan,” kata Pdt. Sealthiel.
Tugas keimamam menjadi sempurna dalam Yesus, Imam besar sejati yang telah memberi hidup-Nya menjadi korban penebus dosa. Dialah pembebas sejati yang telah membebaskan dari belenggu dosa dan akibatnya.
“Mari melaksanakan tugas keimamam dan karya pembebasan kita bagi dunia dalam kesetiaan,” imbuh Pdt. Sealthiel.
Laman jw.org/id/perpustakaan menyebutkan, Imam adalah orang yang bertugas sebagai wakil Allah, yang melayani umat dan mengajar mereka tentang Allah dan hukum-Nya.
Imam juga mewakili umat di hadapan Allah. Dia mempersembahkan korban, menjadi perantara, dan memohon kepada Allah demi umat. Sebelum ada Hukum Musa, kepala keluarga bertindak sebagai imam bagi keluarganya. Setelah ada Hukum Musa, yang menjadi imam adalah pria-pria di keluarga Harun, yang berasal dari suku Lewi.
Asisten mereka adalah pria-pria lainnya dari suku Lewi. Saat perjanjian baru mulai berlaku, Israel rohani menjadi bangsa imam, dan Yesus Kristus yang menjadi Imam Besar.—Kel 28:41; Ibr 9:24; Why 5:10. /fsp