JAKARTA, Arcus GPIB – Pemimpin umat beragama perlu memiliki perspektif dan kemampuan diplomasi demi kemanusiaan dan perdamaian dunia. Demikian salah satu poin penting dalam dialog Global Interfaith Dialogue “Religious Diplomacy for Humanity and Global Peace”.
Seperti dilansir laman PGI, acara yang dilaksanakan di Masjid Istiqlal (22/11/2022) ini diselenggarakan oleh Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI) menghadirkan President of Civilizations Exchange & Cooperation Foundation – CECF Prof. Imam Mohamad Bashar Arafat, sebagai keynote speaker berkisah pengalaman hidupnya bermigrasi dari Syiria ke Amerika.
Diceritakan bahwa untuk menyesuaikan diri ditempat baru perlu sekitaar 10 tahun pengalaman yang mengajarkan banyak hal tentang pentingnya berdiplomasi sebagai tokoh agama.
Sebagai perwakilan PGI, Pdt. Jimmy Sormin, Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC), menegaskan pentingnya mengangkat kembali prinsip dasar dari masing-masing agama, yakni cinta kasih.
Pdt. Jimmy juga setuju bahwa diplomasi penting untuk dimiliki para tokoh atau aktor agama untuk tujuan kemanusiaan dan perdamaian. “Namun perspektif dan kemampuan diplomasi itu tidak dilahirkan begitu saja kepada setiap orang, perlu adanya pembelajaran dan pelatihan,” tegas Pdt. Jimmy.
Terkait diplomasi ini pula, Pdt. Jimmy mengungkapkan bahwa Indonesia patut menjadi model bagi dunia, di mana keberagaman dapat dikelola dengan baik, sekalipun tentu ada beberapa kasus intoleransi dan diskriminasi di beberapa tempat.
“Banyak negara yang bergumul dan menderita akibat perbedaan tafsir ideologi berbasis keagamaan atau budayanya yang tidak dapat dikelola dengan baik, sekalipun hanya homogen dalam identitas agama atau budaya. Tetapi Indonesia jauh lebih baik dan dapat menjadi model yang penting untuk dipromosikan,” ungkapnya.
Dialog turut menghadirkan beberapa tokoh dari majelis keagamaan lainnya, seperti Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA (Imam Besar Masjid Istiqlal), Romo Agustinus Heri Wibowo (Konferensi Waligereja Indonesia), Romo Asun (Wali Umat Budha Indonesia (WALUBI), Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tanaya (Parisada Hindu Dharma Indonesia), dan Budi Santoso Tanuwibowo (Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia).
Pada akhir kegiatan diadakan konferensi pers, didalamnya disampaikan pernyataan bersama pemimpin lintas agama, yaitu, pertama, mendukung upaya seluruh pihak dalam upaya menegakkan kemanusiaan dan perdamaian dunia. Kedua, menyatakan untuk terus mensosialisasikan pendekatan damai tanpa kekerasan, dengan pendekatan agama dalam menyelesaikan konflik nasional dan internasional.
Ketiga, bersepakat untuk membina umat masing-masing agar menghayati ajaran dan tuntunan agama yang penuh kasih sayang dan mengajarkan perdamaian. Keempat, mengecam segala bentuk kekerasan dengan mengatasnamakan ajaran agama. Kelima, menyadari bahwa tantangan bangsa dalam merawat kebinekaan sangat berat, oleh karena itu kesadaran dan persaudaraan kebangsaan harus terus digelorakan dan diperkuat.
Imam Bashar Arafat dan Imam Besar Nassarudin Umar berjanji akan menindaklanjuti dialog ini dengan kerja sama antariman dan negara, dengan model pembelajaran bersama tentang diplomasi dan pengelolaan keberagaman. /fsp